REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana mengatakan pihaknya melakukan banding terkait pembebanan restitusi korban pemerkosaan terpidana Herry Wirawan, karena perbuatan asusila terpidana tersebut bukan merupakan kesalahan negara.
"Ini seolah-olah negara kemudian yang salah. Seolah-olah kemudian akan menciptakan bahwa ada pelaku-pelaku lain nanti kalau berbuat kejahatan, itu ada negara yang menanggung (ganti rugi korban)," kata Asep di Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/2/2022).
Asep mengatakan persoalan restitusi, yang menjadi poin dalam memori banding itu, diajukan guna meluruskan dan mencegah timbulnya pelaku-pelaku asusila lain. Sehingga, pihaknya tetap menuntut agar restitusi sebesar Rp 331 juta tetap dibebankan kepada Herry Wirawan sebagai terpidana kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati.
Dia menjelaskan restitusi dan kompensasi merupakan dua hal berbeda. Menurutnya, biaya restitusi untuk para korban harus dibebankan kepada pelaku. Sehingga, lanjutnya, dalam poin banding tersebut jaksa tetap menuntut agar yayasan pesantren milik Herrydibubarkan dan disita sebagai perampasan aset.
"Makanya kami kemudian meminta kepada hakim untuk banding; untuk kemudian mengabulkan permohonan kami, termasuk pembubaran dan perampasan aset yayasan," ujar dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup kepada pelaku pemerkosaan 13 santriwati Herry Wirawan. Dengan vonis tersebut, hakim memutuskan Herry tak dapat dikenakan hukuman lainnya berdasarkan Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hakim juga memutuskan biaya restitusi sebesar Rp 331 juta, yang sebelumnya dituntut untuk dibebankan kepada pelaku, untuk dibebankan kepada negara melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).