REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala mendapat apresiasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun MUI memberi catatan agar pelaksanaan SE tersebut tidak mengganggu syiar ibadah yang sudah berjalan.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi atas terbitnya SE itu. Menurutnya, SE penggunaan pengeras suara sebagai upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktifitas ibadah.
Asrorun Niam mengatakan, SE ini sejalan dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2021 yang lalu. Substansinya juga sudah dikomunikasikan dengan Majelis Ulama Indonesia serta didiskusikan dengan para tokoh agama. Intinya, dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk adzan.
"Tapi dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat, jamaah dapat mendengar syiar, namun tidak menimbulkan mafsadah," ujarnya, Selasa (22/2/2022).
Ia menilai perlu aturan yang disepakati sebagai pedoman bersama, khususnya terkait penggunaan pengeras suara di tempat ibadah. "Tujuannya untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan," ujarnya.
Niam menekankan aturan ini harus didudukkan dalam kerangka aturan umum. Namun, dalam implementasinya, aturan ini harus memperhatikan kearifan lokal, tidak bisa digeneralisir.
"Kalau di suatu daerah, terbiasa dengan tata cara yg sudah disepakati bersama, dan itu diterima secara umum, maka itu bsa dijadikan pijakan. Jadi penerapannya tidak kaku," tegasnya.
Baca juga : Aturan Pengeras Suara Masjid, Sekjen DMI: Syiar Islam Perlu Perhatikan Kesyahduan