Oleh : Gus Muhammad Faqih Jauhari, pengurus Lembaga Bahtsul Masail Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Bener
REPUBLIKA.CO.ID, — Persoalan yang menimpa Desa Wadas soal pembebasan lahan untuk penambangan batu andesit belum menemukan titik temu.
Material batu andesit dari Desa Wadas ini akan digunakan pemerintah untuk membangun Bendungan Bener yang akan menjadi bendungan tertinggi di Asia Tenggara. Dari sisi hukum positif, pembebasan lahan diatur dalam UU dan peraturan lainnya.
Lalu bagaimana dari sisi hukum Islam? Ternyata pembebasan lahan dan bangunan pernah terjadi di zaman Khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Pemerintah dalam membuat kebijakan haruslah sesuai dengan kaidah kemaslahatan:
تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة "Kebijakan pemerintah kepada rakyat haruslah sesuai kemaslahatan".
Dari sisi kemaslahatan, pembangunan bendungan memang ditujukan untuk itu, untuk mensejahterakan masyarakat secara luas. Air yang dibendung digunakan untuk irigasi pertanian, PDAM, PLTA dan kegunaan lainnya.
Di sisi lain, pembangunan bendungan mengorbankan sebagian kepentingan warga termasuk lahan milik warga Wadas yang akan ditambang batu andesitnya sebagai fondasi Bendungan Bener Purworejo. Jika kondisinya seperti ini lalu bagaimana, apakah langkah Pemerintah tersebut sudah tepat? Dalam kitab al-Muwaffaqot fi Ushul al-Ahkam, termaktub:
انَّ الْمَصَالِحَ الْعَامَّةَ مُقَدَّمَةٌ عَلَى الْمَصَالِحِ الْخَاصَّةِ “Kemaslahatan yang luas harus didahulukan dari maslahat yang dirasakan sebagaian."
Mengutip dalil tersebut apa yang dilakukan pemerintah dalam membangun Bendungan Bener, dirasa sudah tepat.
Baca juga: Mualaf Edy, Takluknya Sang Misionaris di Hadapan Surat Al Ikhlas
Memang harus diakui adanya buah simalakama, harus mengorbankan kemanfaatan yang dirasakan sebagian warga Wadas akibat sebagaian lahan milik mereka dijadikan areal pertambangan.
Penolakan yang terjadi di Desa Wadas kerap terjadi di berbagai proyek pembangunan strategis untuk kepentingan publik lainnya.
Bahkan masalah pembebesan lahan pernah terjadi pada kepemimpinan Khulafaur Rasyidin sahabat Umar bin Khattab RA, dan sahabat Utsman bin Affan RA.