REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM — Warga Muslim di Ibu Kota Amsterdam, Belanda mengatakan bahwa Islamofobia terjadi semakin normal di masyarakat. Tak sedikit dari mereka yang harus mengalami diskriminasi dan kejahatan terkait kebencian berdasarkan pakaian, serta nama.
Sebuah studi mengenai Islamofobia dan kebencian anti-Muslim menemukan bahwa umat Islam yang tinggal di Amsterdam kerap menghadapi diskriminasi. Para peneliti mengatakan bahwa para responden meyakini normalisasi Islamofobia didorong oleh meningkatnya pengaruh spektrum politik ekstrem kanan.
"Media juga berperan, dengan banyak responden mengatakan bahwa cara Muslim digambarkan memiliki efek polarisasi dan berkontribusi pada citra diri yang negatif," ujar peneliti dalam studi tersebut, dilansir TRT World, Selasa (22/2/2022).
Komunitas Muslim juga memiliki peran dalam hal ini, dengan beberapa responden mengatakan para pengkhutbah merugikan masyarakat dengan memperbesar perbedaan antara Amsterdam sekuler dan Muslim.
Mengutip surat kabar lokal, Het Parool, NL Times, umat Islam kerap melaporkan tidak dapat menemukan pekerjaan karena agama, serta penggunaan jilbab bagi Muslimah, dan menghadapi ujaran kebencian di media sosial.
Menurut laporan itu, bagi sebagian besar responden, normalisasi Islamofobia adalah masalah besar dalam hidup mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa mereka memilih untuk belajar menjalaninya.
Di sekolah, anak-anak dan remaja dihadapkan dengan pernyataan dan reaksi Islamofobia dari murid dan guru. Studi juga menemukan hampir semua responden melaporkan masalah dalam menemukan pekerjaan magang yang sulit dibandingkan lainnya.
Tren berlanjut di pasar kerja, di mana menurut laporan beberapa responden penelitian mengatakan bahwa mereka telah "ditolak karena nama keluarga dan latar belakang. Mereka juga menghadapi 'pertanyaan yang sama sekali tidak relevan' dalam wawancara kerja, seperti tentang perasaan terkait hubungan gender, terorisme, atau kesetiaan kepada Belanda.
"Jika mereka mengeluh, mereka dituduh tidak bisa bercanda atau memainkan rasisme. Wanita yang mengenakan jilbab mengatakan mereka sering dipanggil dengan nama. Beberapa melaporkan diludahi atau diserang," jelas studi tersebut.
Lebih lanjut, studi menyebutkan bahwa umat Muslim di Amsterdam kerap merasa diabaikan di transportasi umum dan toko, hingga terus-menerus diawasi oleh staf karena penampilan mereka.
Media sosial adalah area lain di mana umat Islam Amsterdam menghadapi begitu banyak ujaran kebencian. Akibatnya, beberapa orang memutuskan untuk tidak peduli, sementara yang lain mengatakan tidak akan pernah terbiasa dan merasa tidak dapat dipahami bahwa jenis diskriminasi ini hampir selalu terjadi dengan impunitas.
Baca juga: Mualaf Edy, Takluknya Sang Misionaris di Hadapan Surat Al Ikhlas
Menurut surat kabar itu, para peneliti menyarankan pemerintah di kotamadya Amsterdam harus berbuat lebih banyak untuk meminta pertanggungjawaban majikan dan agen tenaga kerja atas diskriminasi.
“Studi memperjelas bahwa diskriminasi Muslim sangat mempengaruhi dan menghambat banyak warga Amsterdam setiap hari. Ini berisi wawasan yang bermanfaat, tetapi juga menyakitkan tentang lingkungan mereka, serta rekomendasi yang memiliki nilai tambah bagi kebijakan kota,” jelas anggota dewan Rutger Groot Wassink, dilansir Abna 24.
Sumber: trtworld