Rabu 23 Feb 2022 12:44 WIB

KPK Periksa Ketua DPD Hingga Anggota DPRD Kota Banjar

Keduanya diperiksa terkait kasus dugaan korupsi yang dilakukan Wali Kota Banjar. 

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno berjalan menuju mobil tahanan.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno berjalan menuju mobil tahanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa ketua DPD Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Gun Gun Gunawan dan Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Hunes Hermawan. Keduanya diperiksa terkait kasus dugaan korupsi yang dilakukan Wali Kota Banjar periode 2003 hingga 2013, Herman Sutrisno (HS).

"Diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka HS terkait suap proyek pada dinas PUPR Kota Banjar," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (23/2).

Selain itu, penyidik KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap dua mantan anggota DPRD Kota Banjar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Husin Munawar dan Rosidin. KPK juga melakukan panggilan terhadap anggota DPRD Kota Banjar fraksi PPP, Mujamil.

Pemeriksaan dilakukan di Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat. Meski demikian, belum diketahui materi penyidikan yang dilakukan KPK terhadap para saksi tersebut.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Herman Sutrisno (HS) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. Herman ditetapkan sebagai tersangka bersama bersama dengan Direktur CV Prima, Rahmat Wardi sebagai pihak swasta.

Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar antara tahun 2012 hingga 2014. Total nilai proyek yang dikerjakan mencapai Rp 23,7 miliar.

Rahmat memberikan fee proyek antara 5 hingga 8 persen dari nilai proyek sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman. Selanjutnya sekitar Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar.

Nilai pinjaman yang disetujui sekitar Rp 4,3 miliar. Nominal tersebut kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya dengan cicilan pelunasan pinjaman tetap menjadi kewajiban Rahmat.

KPK meyakini bahwa Rahmat beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya. Di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh Herman.

KPK menduga Herman juga banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek selama masa kepemimpinan Herman sebagai kepala daerah. Saat ini, tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi dimaksud.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement