REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel mengatakan, karya sastra menjadi cahaya dan cara pandang baru dalam melihat makna kepahlawanan. Itulah yang dilakukan oleh Hans Bague (HB) Jassin yang terus memperjuangkan kebudayaan dan peradaban, lewat karya sastra.
"Kepahlawanan bukan hanya dalam makna perang dan politik, tapi juga perjuangan di bidang kebudayaan dan peradaban," ujar Rachmat di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Kemudian, ia mengutip kalimat dari mantan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy. Kalimatnya begitu masyhur saat itu, yakni: "Ketika kekuasaan menuntut manusia menuju kesombongan, maka puisi mengingatkannya akan keterbatasannya. Ketika kekuasaan mempersempit ruang pandang manusia, maka puisi mengingatkannya akan kelimpahan dan keragaman. Dan ketika kekuasaan mengotori, maka puisi membersihkannya".
Pemberian gelar pahlawan nasional untuk HB Jassin, Rachmat mengatakan, akan menjadi sejarah baru bagi Indonesia. Tanda bahwa negara memberikan tempat yang tinggi pada kepahlawanan peradaban dan kebudayaan, khususnya di bidang sastra.
"Jika kemudian diluluskan pemerintah, InsyaAllah akan menjadi sejarah baru bagi Indonesia," ujar Rachmat.
HB Jassin telah mengingatkan publik tentang nilai dan visi sastrawan yang berkontribusi untuk negara. Tak hanya saat ia hidup, tapi hingga masa depan ketika karyanya terus dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Memang tak semua perbuatan dan karya sastrawan asal Gorontalo itu bisa diterima dan disetujui oleh semua orang. Namun, HB Jassin adalah manusia yang positif, lembut, tekun, dan teguh pada pendiriannya. "Karakter itulah yang membuat karya-karyanya menjadi hujjah, seolah kata-kata seorang Paus," ujar Rachmat.
HB Jassin adalah pengarang, penyunting, cendekiawan, dan kritikus sastra berdarah Gorontalo. Ia juga orang yang mendirikan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin pada 28 Juni 1976, yang dibantu oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta di Taman Ismail Marzuki.
Di tengah kiprah di bidang sastra, HB Jassin sempat dijatuhi hukuman bersyarat satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun pada 28 Oktober 1970. Ia dipenjara karena menolak mengungkap nama asli pengarang cerita pendek yang bertajuk Langit Makin Mendung.