Rabu 23 Feb 2022 23:10 WIB

Biaya Besarkan Anak di China Lebih Mahal dari AS dan Jepang

Biaya membesarkan anak di China tujuh kali lipat dari PDB per kapita

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Seorang anak yang mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus corona mengunjungi sebuah mal di Beijing, China. Penelitian terbaru menemukan biaya membesarkan anak di China tujuh kali lipat dari PDB per kapita, jauh lebih tinggi dari Amerika Serikat (AS) dan Jepang.
Foto: AP/Ng Han Guan
Seorang anak yang mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus corona mengunjungi sebuah mal di Beijing, China. Penelitian terbaru menemukan biaya membesarkan anak di China tujuh kali lipat dari PDB per kapita, jauh lebih tinggi dari Amerika Serikat (AS) dan Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Penelitian terbaru menemukan biaya membesarkan anak di China tujuh kali lipat dari PDB per kapita, jauh lebih tinggi dari Amerika Serikat (AS) dan Jepang. Temuan ini menunjukkan tantangan yang dihadapi pembuat kebijakan China untuk mengatasi penurunan angka kelahiran.

Pakar memperingatkan sistem kesehatan dan jaminan sosial China akan terbebani dengan populasi yang semakin tua. Sementara kurangnya tenaga kerja dapat membatasi pertumbuhan perekonomian terbesar kedua itu dalam beberapa dekade ke depan.

Walaupun kebijakan baru mengizinkan keluarga China memiliki tiga anak. Tapi Biro Statistik Nasional China mencatat angka kelahiran China pada tahun 2021 turun menjadi 7,52 per 1.000 orang, terendah sejak tahun 1949.

Tingginya biaya membesarkan akan mendorong pemerintah menindak keras industri les privat. Sementara beberapa daerah memberikan bantuan uang tunai pada keluarga yang memiliki anak kedua atau ketiga.

Dalam laporannya yang dirilis Selasa (22/2) kemarin YuWa Population Research Institute mengatakan rata-rata biaya membesarkan anak di China hingga 18 tahun pada tahun 2019 mencapai 485.000 yuan atau 76.629 dolar AS atau Rp 1 miliar lebih. Ini pun hanya anak pertama.

Angka tersebut 6,9 kali lebih tinggi dari PDB per kapita China pada tahun 2019. China berada di urutan kedua dari 13 negara yang masuk alam penelitian itu. Hanya dibelakang Korea Selatan yang memiliki angka kelahiran terendah di dunia.  

Berdasarkan data tahun 2015 biaya membesarkan anak di AS sekitar 4,11 lebih tinggi dari PDB per kapita. Sementara berdasarkan data tahun 2010 di Jepang lebih tinggi 4,26 PDB per kapita.

Biaya membesarkan anak di China lebih tinggi lagi di kota-kota besar. Di Shanghai dapat mencapai 1 juta yuan dan di Beijing sebesar 969.000 yuan. Angka kelahiran dua kota itu paling rendah di China.

Di media sosial Weibo, seorang ibu satu anak yang menggunakan nama akun "Maning" mengatakan ia yakin biaya membesarkan anak di Beijing lebih tinggi dari yang tercantum dalam laporan tersebut.

"Dengan penghitungan ini, saya hampir tidak biasa membayangkan anak kedua dan keluarga mana pun yang ingin akan ketiga sangat luar biasa," tulisnya.

YuWa memperingatkan penurunan angka kelahiran "sangat mempengaruhi" potensi pertumbuhan ekonomi China. Berdampak pada kemampuan inovasi dan menimbulkan beban bagi kesejahteraan.  

Dalam laporannya lembaga itu mengatakan China setidaknya harus menggunakan 5 persen dari pengeluaran PDB untuk memberi insentif bagi pasangan yang memiliki lebih banyak anak. Termasuk memberi subsidi pendidikan, hipotek preferensial, pemotongan pajak, dan cuti hamil dan melahirkan yang setara serta membangun lebih banyak pusat penitipan anak.

Salah satu pengguna Weibo lainnya yang menggunakan nama akun Lawyer Zhang mengatakan pemerintah harus mengatasi beban tidak adil pada perempuan yang diharapkan melahirkan dan membesarkan anak karena sifat "keibuan" mereka.

"Itulah mengapa biaya melahirkan dibebankan pada perempuan, sehingga perempuan hidup dalam lingkungan persaingan yang tidak sehat untuk waktu yang lama," tulisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement