Kamis 24 Feb 2022 00:29 WIB

Bagaimana Agar Bank Digital Syariah Bisa Lebih Bersaing?

Saat ini Indonesia sudah kedatangan dua bank digital syariah.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
PT Bank Aladin Syariah Tbk. (Bank Aladin) merupakan salah satu bank digital syariah yang beroperasi di Indonesia.
Foto: Aladin Syariah
PT Bank Aladin Syariah Tbk. (Bank Aladin) merupakan salah satu bank digital syariah yang beroperasi di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Bank digital syariah perlu menawarkan inovasi yang unggul untuk bisa membawa perubahan signifikan pada industri perbankan syariah dan bersaing di pasar. Pengamat Ekonomi Syariah, Ronald Rulindo menyampaikan, bermunculannya bank digital harus disambut positif karena sudah seharusnya demikian.

"Digital bank memang tren yang tidak bisa dihindari, jika bank syariah tidak masuk ke bisnis digital, bisa jadi bank syariah akan 'habis' ke depannya," kata dia pada Republika.co.id, Rabu (23/2/2022).

Baca Juga

Namun demikian, Ronald menyebut ada beberapa catatan yang harus diperhatikan. Apalagi oleh bank syariah berukuran relatif kecil untuk masuk ke bisnis digital dan bersaing dengan bank besar.

Ronald mengatakan, bank kecil juga bisa masuk ke bisnis digital asal memiliki modal cukup dan fokus. Hal tersebut dilakukan oleh unicorn besar dan bank besar yang membeli bank kecil untuk kemudian diubah menjadi bank digital.

"Setelah bank digital berdiri, catatan pertamanya adalah bagaimana strategi mereka? Terutama untuk bank digital syariah," kata Ronald.

Saat ini Indonesia sudah kedatangan dua bank digital syariah yakni Bank Aladin Syariah yang full pledge syariah dan Jago Syariah yang merupakan Unit Usaha Syariah Bank Jago. Bank Jago akan memanfaatkan ekosistem bisnis mereka dari GoTo dan melebarkan sayap ke ekosistem bisnis syariah.

Sementara Bank Aladin terus mengguritakan kerja samanya mulai dari minimarket, Google, hingga Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Ronald mengatakan, bank syariah digital Hijra dari ALAMI Group juga sedang ditunggu kehadirannya secara resmi.

Catatan kedua, bank digital syariah harus paham betul arah inovasi mereka kedepannya. Ia berharap bank digital syariah tidak hanya mendigitalisasi produk, karena hal itu bisa dilakukan dengan sangat mudah oleh bank-bank skala besar.

"Pada akhirnya, kehadiran bank digital yang mendisrupsi bisnis perbankan tidak akan terwujud, dan yang ada ketika bank besar sudah terjun ke digital, malah bank digital kecil akan tutup," katanya.

Dengan metode kolaborasi yang marak saat ini, bank-bank digital bisa jadi hanya akan jadi agen channeling bank-bank besar saja. Tren seperti ini sudah jelas terlihat di industri fintech.

Ronald mengatakan kekuatan sebenarnya dari bank digital adalah data yang diolah dengan artificial intelligent. Bank digital syariah dapat memaksimalkan hal tersebut sebagai inti dari inovasi.

Selain itu, bank digital syariah juga perlu hadir dengan produk yang memiliki keunikan khusus dan tidak dimiliki bank konvensional. Seperti pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang datanya terhubung dengan data-data bisnis nasabah.

"Data tersebut dapat diolah sehingga bisa menghasilkan rekomendasi pilihan investasi yang aman, ini bisa jadi pembeda," katanya.

Catatan ketiga adalah fokus pada dampak riil. Inklusi finansial memang menjadi satu dampak yang terus digaungkan para instansi digital, namun hal tersebut masih perlu keberlanjutan. Misal, adanya peningkatan pembiayaan mikro tanpa jaminan.  

Jika hal ini dapat disalurkan oleh bank digital syariah tentu akan sangat berdampak signifikan pada masyarakat dan jadi kekuatan bisnis. Keamanan penyaluran pembiayaan tanpa kolateral tersebut adalah hasil dari pengolahan data digital nasabah.

"Terutama kalau bisa kerja sama dengan ekosistem marketplace, dan itu sudah kuat, maka data bisnis bisa diperoleh," katanya.

Marketplace kini digadang-gadang jadi tempat onboarding para pelaku usaha. Digitalisasi UMKM juga telah menjadi program pemerintah. Selain dapat memudahkan akses permodalan, bank digital juga dapat menawarkan fitur yang bisa membantu UMKM mengelola data keuangan serta bisnisnya. 

Ronald menyampaikan, persaingan perbankan kini sudah sangat ramai dan keras. Apalagi ditambah dengan tren 'bakar uang' yang menjadi daya tarik di setiap masuknya pelaku baru ke industri. Ini juga menjadi strategi untuk meminimalisir pesaing bagi pemain-pemain yang sudah besar.

Misal dari sisi pengumpulan dana atau funding yang walaupun sudah digital tetap tidak akan mudah. Ronald mengatakan, rata-rata bank digital kini sudah menawarkan bunga tinggi yang jadi daya tarik untuk funding.

"Tidak semudah itu mengajak orang untuk memindahkan dana karena mereka sudah nyaman dengan banknya sekarang," kata dia.

Selain itu, dana besar juga umumnya dimiliki oleh pemerintah dan korporasi yang tidak terlalu mementingkan digitalisasi simpanan atau tabungan. Sehingga, bank digital syariah perlu terobosan berbeda untuk bisa menarik individual high net worth dan investor. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement