REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Gubernur Sumatera Utara, Letnan Jenderal TNI (Purn) Edy Rahmayadi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus membina seluruh kepala daerah di Sumatera Utara. Sebab, dia tidak ingin ada lagi bupati atau wali kota sampai tertangkap KPK karena terjerat masalah hukum.
Hal itu ia sampaikan saat rapat koordinasi bersama Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dan 33 kepala daerah yang hadir di Aula Tengku Rizal Nurdindi Medan, Rabu (23/2).
Ia juga mengucapkan terimakasih kepada KPK yang tidak langsung menindak melainkan masih mau membina. Persoalan korupsi ini, kata Rahmayadi, menjadi kendala ketika dia baru dilantik menjadi gubernur Sumatera Utara.
Apalagi dunia pemerintah merupakan hal baru baginya.Menurut dia, menjadi panglima Kostrad lebih mudah ketimbang gubernur Sumatera Utara. Padahal wilayah kerja panglima Kostrad dari Sabang sampai Merauke. "Saat saya kemarin di 'planet lain' (TNI), tidak sesusah ini. Saya mengurusi dari Sabang sampai Merauke tak sesusah ini, tapi sekarang ini susah," katanya.
Ia mengatakan kesulitan yang dirasakannya itu dibantu dengan hadirnya KPK yang mengawasi. Edy mengatakan BPK juga ikut membantu dalam dalam proses mempersiapkan dan merealisasikan APBD.
"Untuk itu disiapkan perangkat-perangkat ini. Ada KPK di dalam mengawasi, ada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) di dalam pertanggungjawaban, ada BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang mengawal mulai dari perencanaan hingga penganggaran," ujarnya.
Meskipun KPK ada, menurut dia, praktik korupsi masih saja terjadi. "Saya mohon bantuan dari kita semua, kalau tidak masuk neraka kita nanti. Katakanlah tak tertangkap KPK, katakanlah tak tertangkap Kejati, katakanlah tak tertangkap BPK, tapi Tuhan tak pernah alpa mengawasi ini," katanya.