REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas, memastikan lembaganya mendukung penuh kepolisian yang akan mengusut kelangkaan minyak goreng.
Sebelumnya Polda Sumatra Utara (Sumut) bersama Satgas Pangan menemukan 1,1 juta kg minyak goreng tersimpan di gudang milik PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT) Tbk.
"PP Muhammadiyah memberikan apresiasi dan dukungan penuh kepada pihak kepolisian terutama kepada Bareskrim yang akan mengusut permasalahan distribusi minyak goreng yang telah menyebabkan kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng sedemikian rupa terutama di beberapa daerah," kata Buya Anwar melalui keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Rabu (23/2/2022).
Wakil Ketua Umum MUI ini mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat di beberapa daerah antri untuk membeli minyak goreng. Padahal ini tidak perlu terjadi jika pihak tidak mencari untung sendiri atau kelompok.
"Kita lihat antrean panjang yang sangat menyayat hati kita yang dilakukan oleh ibu-ibu. Di mana hal itu mereka lakukan adalah sekedar untuk bisa mendapatkan beberapa liter minyak goreng yang mereka butuhkan untuk rumah tangga mereka," ujarnya.
Dia berharap Bareskrim Polri dapat menuntaskan persoalan ini dari hulu sampai hilirnya. Sehingga bisa mengungkap persoalan yang terjadi pada kelangkaan minyak goreng ini.
"Untuk itu kita harapkan agar Bareskrim dapat sesegera mungkin menemukan di mana letak titik-titik masalah yang ada apakah di tingkat produsen, distributor, agen dan atau di tingkat ritel," katanya.
Buya Anwar berharap Bareskrim Polri dapat menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini.
"Menindak mereka-mereka yang telah melakukan pelanggaran hukum tersebut," katanya.
Karena kata Buya Anwar, dampak dari perbuatan mereka selain naiknya harga jauh di atas harga eceran yang dipatok oleh pemerintah, juga telah memantik terjadinya kemarahan dan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu masyarakat sangat mengharapkan adanya usaha serius dari Bareskrim mengatasi masalah ini.
"Karena praktik penimbunan yang dilakukan oknum-oknum pengusaha tersebut tentu jelas hanya berorientasi bagi mendapatkan profit atau keuntungan yang sebesar-besarnya bagi mereka dengan mengorbankan kepentingan dan kesejahteraan dari masyarakat luas terutama rakyat kecil," katanya.
Menurutnya, sebagai warga bangsa kita tentu tidak bisa mentoleransi tindakan ini. Karena perilaku seperti ini tentu jelas-jelas tidak sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia serta hukum dasar yang ada di negeri ini yaitu UUD 1945.