Kamis 24 Feb 2022 07:57 WIB

Mesir Kecam Ethiopia atas Operasi Turbin

Bendungan Ethiopia mungkin akan menganggu Sungai Nil.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Dam raksasa Ethiopia di sungai Nil yang di masalahan Mesir dan Sudan.
Foto: Al jazeera
Dam raksasa Ethiopia di sungai Nil yang di masalahan Mesir dan Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Pemerintah Mesir mengecam Ethiopia atas tindakan pengoperasian sebagian turbin pertama di Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD). 

“Pihak Ethiopia telah mengambil langkah lebih lanjut dalam melanggar kewajibannya berdasarkan Deklarasi Prinsip 2015,” ujar Kementerian Luar Negeri Mesir dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di jejaring sosial Facebook, seperti dilansir Al-Monitor, Rabu (23/2). 

Baca Juga

Pemerintah Mesir yakin tindakan sepihak akan mengganggu Sungai Nil, meski tidak berdampak langsung pada kepentingan air negara itu. Pada 20 Februari, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed meresmikan turbin pertama bendungan kontroversial tersebut, dengan kapasitas 375 megawatt.

Setelah selesai, bendungan ini diharapkan dapat menghasilkan total 5.150 megawatt dari 13 turbin. Sekitar 7,2 miliar meter kubik air telah tertahan di danau bendungan selama dua tahun terakhir.

Negosiasi di bawah naungan Uni Afrika (AU) dihentikan pada April 2021 setelah gagal mencapai kesepakatan yang mengikat tentang pengisian dan pengoperasian GERD. Sementara itu, Ethiopia terus mengisi reservoir bendungan secara sepihak, sementara keanggotaan AU Sudan masih ditangguhkan setelah kudeta militer terjadi pada 25 Oktober 2021.

Seorang pejabat Mesir mengatakan dengan syarat anonim bahwa hingga saat ini belum menerima informasi resmi dari pihak Ethiopia sejak dimulainya operasi percobaan GERD. Ethiopia masih mengikuti kebijakan memberlakukan fait accompli tanpa konsultasi sebelumnya dengan negara-negara hilir.

“Sungai Nil tidak dapat dikelola secara sepihak oleh negara riparian mana pun. Kami membahas dalam negosiasi pentingnya menghubungkan GERD dengan sistem bendungan di Blue Nile, yang ditolak Ethiopia,” jelas pejabat Mesir tersebut.

Butir kelima pada Deklarasi Prinsip antara Mesir, Sudan dan Ethiopia pada Maret 2015 menyatakan bahwa semua pihak harus menyetujui aturan untuk pengisian pertama GERD dan operasi tahunannya. Termasuk mengenai Ethiopia yang harus memberi tahu negara-negara hilir tentang segala hal yang tidak terduga atau keadaan mendesak yang membutuhkan penyesuaian.

Butir kelima juga menyerukan mekanisme koordinasi di antara ketiga negara. Namun tidak ada ketentuan yang dilaksanakan oleh Ethiopia, yang menyelesaikan pengisian pertama dan kedua tanpa persetujuan Mesir atau Sudan.

Karim Kamal, seorang insinyur Mesir yang berspesialisasi dalam fasilitas air mengatakan bahwa mengoperasikan satu atau dua turbin di GERD tidak memiliki dampak negatif langsung pada Mesir saat ini karena jumlah air yang diharapkan mengalir dari bendungan setelah operasi parsial tetap sama dengan jumlah yang keluar dari pelimpah tengah GERD. 

“Kerugian terbesar adalah pengoperasian permanen bendungan tanpa koordinasi dengan Mesir dan Sudan,” kata Kamal.

Peter Hany, seorang profesor irigasi dan hidrolika di Universitas Ain Shams, mengatakan bahwa turbin harus memiliki kolom air di atas levelnya sendiri. Karena operasi saat ini berada pada level air terendah di danau bendungan, kapasitas aktual turbin tidak akan mencapai 375 megawatt. 

“Operasi parsial ini dengan demikian akan dibatasi menjadi uji coba yang mungkin hanya berlangsung selama dua bulan,” jelas Hany.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement