REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (24/2/2022) mengumumkan operasi militer di Ukraina. Putin memperingatkan kepada negara lain bahwa, setiap upaya yang mengganggu tindakan Rusia akan mengarah pada konsekuensi yang belum pernah mereka lihat.
Putin mengatakan, operasi militer itu diperlukan untuk melindungi warga sipil di Ukraina timur. Dalam pidato yang disiarkan televisi, Putin menuduh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, mengabaikan permintaan Rusia untuk mencegah Ukraina bergabung dengan NATO dan menawarkan jaminan keamanan kepada Moskow.
Putin menegaskan, tujuan Rusia menggelar operasi militer bukan untuk menduduki Ukraina. Dia mengatakan, operasi militer Rusia bertujuan untuk memastikan demiliterisasi Ukraina. Putin mendesak prajurit Ukraina untuk segera meletakkan senjata dan pulang.
Saat Putin berpidato di televisi, sebuah ledakan besar terdengar di Kyiv, Kharkiv dan daerah lain di Ukraina.
Gambar terbaru yang dirilis oleh perusahaan citra satelit Maxar Technologies menunjukkan, pasukan Rusia dan peralatan militer dikerahkan dalam jarak 10 mil dari perbatasan Ukraina, dan kurang dari 50 mil dari kota terbesar kedua di Ukraina, Kharkiv. Pada Kamis pagi, wilayah udara di seluruh Ukraina ditutup untuk lalu lintas udara sipil.
Sebuah situs web pelacakan penerbangan komersial menunjukkan bahwa El Al Boeing 787 Israel yang terbang dari Tel Aviv ke Toronto tiba-tiba keluar dari wilayah udara Ukraina, sebelum berbelok melintasi Rumania, Hongaria, Slovakia, dan Polandia. Satu-satunya pesawat lain yang dilacak di Ukraina adalah pesawat pengintai tak berawak RQ-4B Global Hawk AS, yang mulai terbang ke barat pada Kamis pagi, setelah Rusia memberlakukan pembatasan penerbangan di wilayah Ukraina.
Gelombang serangan siber menghantam parlemen Ukraina, situs web pemerintah dan perbankan lainnya pada Rabu (23/2). Peneliti keamanan siber mengatakan, penyerang tak dikenal juga telah menginfeksi ratusan komputer dengan malware yang merusak.
Para pejabat telah lama memperkirakan bahwa, serangan siber akan mendahului dan menyertai setiap serangan militer Rusia. Sementara, para analis mengatakan insiden itu menjadi pedoman Rusia selama hampir dua dekade tentang operasi siber yang disatukan dengan agresi dunia nyata.