REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut kabar positif datang dari World Health Organization (WHO) yang memberikan sinyal menjadikan Indonesia sebagai hub atau pusat produksi vaksin covid-19 di Asia Tenggara. Menurut Erick, hal ini tak lepas setelah Indonesia ditunjuk sebagai salah satu penerima manfaat dari transfer teknologi vaksin berbasis mRNA.
Erick mengatakan sinergitas antara Kementerian BUMN, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Luar Negeri menjadi kunci agar bisa mendapat kepercayaan dari WHO. "Kolaborasi yang baik antara Menkes, Menlu dan kami, dari BUMN yang membuat WHO memberikan kepercayaan kepada Indonesia untuk membuat vaksin mRNA," ujar Erick di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Erick mengatakan PT Bio Farma (Persero) menjadi perusahaan Indonesia yang akan memproduksi vaksin mRNA. Dia menyebut induk holding BUMN farmasi itu telah lama dikenal sebagai manufaktur vaksin terbesar di Asia Tenggara. Kapasitas produksi Bio Farma mencapai 3,2 miliar meliputi 14 jenis vaksin yang sudah diekspor ke lebih dari 150 negara.
"Kepercayaan dari WHO ini hanya permulaan. Ini juga bagian dari program transformasi besar-besaran yang sedang kami lakukan di holding BUMN farmasi," ucapnya.
Erick menyampaikan tujuan transformasi holding farmasi salah satunya untuk menyediakan produk dan layanan kesehatan berkualitas tinggi yang terintegrasi, terjangkau, dan fokus pada pelanggan. Indonesia juga menetapkan sektor kesehatan sebagai salah satu fokus utama dalam penyelenggaran presidensi G20. Erick menilai persoalan pemerataan vaksin hingga transfer teknologi harus menjadi prioritas dalam mengatasi persoalan sektor kesehatan, seperti kala pandemi terjadi.
Bagi Erick, sektor kesehatan memiliki dampak besar dalam sektor lain seperti ekonomi, pendidikan, hingga sosial. Oleh karena itu, BUMN pun menjadikan kesehatan sebagai satu bagian dalam ekosistem ekonomi, pendidikan, hingga teknologi yang sedang dibangun BUMN. "Karena ketika kita bicara tentang kesehatan, kita tidak hanya bicara tentang kegiatan kesehatan semata, tapi kita juga bicara tentang ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain," lanjut Erick.
Sebelumnya, WHO berencana untuk mendirikan pusat pelatihan untuk melatih negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah untuk memproduksi vaksin mRNA. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan hal ini bertujuan untuk memupus kesejenjangan lokasi produksi yang selama ini terpusat di negara-negara berpendapatan tinggi.