Kamis 24 Feb 2022 17:27 WIB

Pakta yang Beri Turki Kuasa Awasi Kapal Perang Rusia

Pada awal bulan ini 6 kapal tempur dan 1 kapal selam Rusia transit di Selat Bosphorus

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Foto yang diambil dari video terbitan layanan pers Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan sebuah kapal angkatan laut Rusia meluncurkan kapal permukaan domestik dan rudal antikapal yang diluncurkan dari kapal selam 3M54 Kalibr/Klub dalam latihan pasukan pencegahan strategis Rusia di Rusia, 19 Februari 2022.
Foto: EPA
Foto yang diambil dari video terbitan layanan pers Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan sebuah kapal angkatan laut Rusia meluncurkan kapal permukaan domestik dan rudal antikapal yang diluncurkan dari kapal selam 3M54 Kalibr/Klub dalam latihan pasukan pencegahan strategis Rusia di Rusia, 19 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Duta Besar Ukraina untuk Turki mengatakan Ukraina meminta Turki memantau pergerakan kapal-kapal Rusia di Selat Bosporus dan Dardanella. Permintaan ini disampaikan Kamis (24/2/2022) setelah Rusia melancarkan serangan udara dan darat ke negara tetangganya tersebut.

Berdasarkan konvensi internasional Montreux, Turki  yang merupakan negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memiliki kontrol pada kapal-kapal yang melewati selat antara Laut Tengah dan Hitam. Hal ini menjadikan Turki sebagai pemain penting dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.

Baca Juga

Pada awal bulan ini enam kapal tempur dan sebuah kapal selam Rusia transit di Selat Bosphorus dan Dardanella untuk menuju Laut Hitam. Moskow mengatakan kapal-kapal itu menggelar latihan di dekat perairan Ukraina.

Berdasarkan perjanjian tahun 1936 Turki memiliki kontrol di Selat Bosporus dan Dardanella dan wewenang untuk mengatur kapal-kapal perang yang transit. Mereka juga mengatur pelayaran kapal-kapal sipil di masa damai dan melarang kapal yang bukan milik negara-negara Laut Hitam berlayar.

Di masa perang atau saat adanya ancaman agresi, Turki memiliki wewenang untuk menutup selat itu dari semua kapal perang asing. Mereka dapat menolak kapal dagang dari negara-negara yang berperang dengan Turki untuk singgah. Ankara juga dapat membentengi selat itu bila terjadi konflik.

Semua kapal yang bukan milik negara Laut Hitam harus memberi notifikasi pada Turki 15 hari sebelum melewati selat-selat tersebut. Sementaran negara Laut Hitam delapan hari sebelum lewat.

Dalam satu waktu hanya boleh sembilan kapal dengan berat di bawah 10 ribu ton yang boleh lewat. Kapal-kapal yang bukan milik negara Laut Hitam tidak bisa lewat selat itu dengan berat di atas 30 ribu ton dalam satu waktu dan tidak ada kapal yang diizinkan menetap lebih dari 21 hari di kawasan tersebut.

Pakta itu tidak mengatur berat kapal negara-negara Laut Hitam yang lewat selat tersebut. Negara-negara Laut Hitam dapat mengirimkan kapal selam dengan notifikasi sebelumnya, selama kapal itu dibangun, dibeli atau dikirim untuk diperbaiki di luar Laut Hitam.

Pesawat sipil diperbolehkan melintas sepanjang rutenya diizinkan pemerintah Turki. Perjanjian itu tidak mengatur tentang kapa induk tapi menurut Ankara mereja juga memiliki kendali mengenai hal itu.

Sejak ketegangan di Ukraina memanas, pemerintah Turki mengatakan hanya perjanjian Montreux yang dapat menjadi instrumen untuk menjaga perdamaian di kawasan. Presiden Tayyip Erdogan mengatakan Turki akan melakukan apa yang diperlukan sebagai sekutu NATO bila Rusia menginvasi tapi ia tidak menjelaskannya lebih lanjut.

Turki mengandalkan Rusia untuk energi dan pariwisata dalam beberapa tahun terakhir Ankara juga memperkuat kerja sama dengan Moskow dibidang pertahanan. Tapi Turki juga menjual drone ke Ukraina dan menilai tindakan Rusia pada Ukraina tidak dapat diterima.

Erdogan mengatakan Turki akan berusaha mengatasi krisis tanpa merusak hubungan dengan Ukraina atau Rusia.

Saat Rusia mengakui kemerdekaan dua kawasan Georgia, Abkhazia dan Ossetia Selatan pada 2008 lalu Ankara menolak permintaan Amerika Serikat (AS) untuk mengizinkan kapal perangnya melewati selat ketika mereka tergantung pada perdagangan dan komoditas Rusia.

Selama Perang Dunia II, perjanjian Montreux mencegah negara-negara Poros mengirimkan angkatan laut melalui dua selat itu untuk menyerang Uni Soviet. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement