REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menurut jajak pendapat Reuters/Ipsos pada Rabu (23/2/2022), lebih dari dua pertiga orang Amerika menyatakan bahwa, pemerintahan Presiden Joe Biden harus menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Rusia. Karena Rusia menempatkan pasukan di sepanjang perbatasan, dan memberlakukan operasi militer di Ukraina.
Hampir setengah dari responden jajak pendapat tidak menyetujui penanganan krisis Ukraina oleh Presiden Biden. Sebanyak 48 persen responden mengatakan, masalah Ukraina bukan urusan Amerika.
Jajak pendapat, yang dilakukan secara online pada Selasa (22/2/2022) dan Rabu (23/2/2022) menemukan sekitar 69 persen orang Amerika yang mayoritas dari Partai Republik dan Demokrat, mendukung sanksi tambahan terhadap Rusia. Sementara 62 persen menentang pengiriman pasukan AS untuk mempertahankan Ukraina melawan invasi Rusia, dengan oposisi terkuat di antara Partai Republik. Mayoritas juga menentang serangan udara.
Anggota parlemen dari Partai Republik, yang berusaha untuk memenangkan kendali Kongres AS dalam pemilihan paruh waktu 8 November, telah mengkritik tanggapan Biden terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Jajak pendapat menemukan bahwa, 12 persen dari Partai Republik menyetujui penanganan Biden terhadap krisis Ukraina.
Sementara 58 persen dari Partai Demokrat juga setuju terhadap langkah Biden dalam menangani krisis Ukraina.
Namun, orang Amerika yang menyalahkan Biden atas krisis tersebut relatif sedikit.
Menurut jajak pendapat, sekitar setengah negara bagian, termasuk mayoritas Demokrat dan hampir setengah dari Republik, menyalahkan Putin atas krisis Ukraina. Sementara, hanya 25 persen dari Partai Republik yang disurvei menyalahkan Biden atas krisis tersebut.
Jajak pendapat dilakukan secara online dan dalam bahasa Inggris di seluruh Amerika Serikat. Jajak pendapat ini mengumpulkan tanggapan dari 1.004 orang dewasa, termasuk 420 Demokrat, 394 Republik, dan 131 independen. Hasilnya memiliki interval kredibilitas dan ukuran presisi, sebesar 4 poin persentase.
Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) pada Selasa (22/2/2022) menjatuhkan sanksi tambahan kepada lima pejabat Rusia yang berhubungan dengan Kremlin. Mereka yang terkena sanksi diantaranya Direktur Layanan Keamanan Federal dan anggota tetap Dewan Keamanan Federasi Rusia, Aleksandr Bortnikov beserta putranya.