REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu miliar tahun yang lalu, terjadi tabrakan yang benar-benar mengerikan dari dua klaster galaksi. Tabrakan dua klaster galaksi ini menghasilkan sepasang gelombang kejut dengan proporsi yang benar-benar epik.
Saat ini, strukturnya bersinar terang dalam panjang gelombang radio. Ukurannya sangat besar sehingga dapat dengan mudah menelan galaksi Bima Sakti yang diperkirakan berdiameter 100 ribu tahun cahaya, membentang hingga 6,5 juta tahun cahaya melalui ruang intergalaksi.
Sekarang, dengan menggunakan teleskop radio MeerKAT di Afrika Selatan, tim astronom telah melakukan studi paling rinci tentang struktur radio ini. Studi ini memberikan wawasan baru tentang beberapa peristiwa paling masif di Semesta.
“Struktur ini penuh kejutan dan jauh lebih kompleks daripada yang kita duga sebelumnya,” kata astronom Francesco de Gasperin dari University of Hamburg di Jerman dan National Institute for astrophysics di Italia, dilansir dari Sciencealert, Kamis (24/2/2022).
“Gelombang kejut bertindak sebagai akselerator partikel raksasa yang mempercepat elektron hingga mendekati kecepatan cahaya. Ketika elektron cepat ini melintasi medan magnet, mereka memancarkan gelombang radio yang kita lihat,” ujarnya.
Klaster galaksi yang disebut Abell 3667, masih bersatu. Setidaknya 550 galaksi telah dikaitkan dengannya. Gelombang kejut menyebar melaluinya dengan kecepatan sekitar 1.500 kilometer per detik. Guncangan yang terkait dengan penggabungan klaster dikenal sebagai relik radio, dan dapat digunakan untuk menyelidiki sifat-sifat ruang intergalaksi di dalam klaster, yang dikenal sebagai media intraklaster dan dinamika intraklaster.
Abell 3667, pada jarak sekitar 700 juta tahun cahaya, relatif dekat dengan kita, dan juga cukup besar. Artinya, itu adalah target yang sangat baik untuk penyelidikan.
Karena klaster itu berada di langit selatan, para astronom dapat melihatnya dengan salah satu teleskop radio paling sensitif di dunia. MeerKAT adalah pendahulu dan pencari jalan untuk Square Kilometer Array (SKA) yang saat ini sedang dikembangkan di seluruh Australia dan Afrika Selatan untuk menyediakan mata radio yang belum pernah ada sebelumnya di langit.
“Pengamatan kami telah mengungkapkan kompleksitas interaksi antara komponen termal dan non-termal di wilayah paling aktif dari klaster yang bergabung,” tulis para peneliti dalam studi mereka.