REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Durasi sebuah film berpotensi memengaruhi anggaran, keuntungan, dan cerita dari mulut ke mulut. Banyak rilis besar tahun ini memiliki durasi panjang, seperti No Time to Die (dua jam, 43 menit), Spider-Man: No Way Home (dua jam, 28 menit), Dune (dua jam, 35 menit), Eternals (dua jam, 37 menit), dan The Last Duel (dua jam, 32 menit).
Namun, ini adalah tren yang tidak baru. Banyak film populer lama, Gone With the Wind 1939 (tiga jam, 58 menit), Lawrence of Arabia 1962 (tiga jam, 47 menit), dan Ben-Hur 1959 (tiga jam, 32 menit) sukses dengan durasi panjang. Tidak selalu ada korelasi negatif antara durasi sebuah film dan kesuksesannya.
Sebagian besar film terlaris dalam sejarah memiliki dua hingga tiga jam. Hanya satu pemenang film terbaik Oscar, Annie Hall, yang memiliki durasi tayang sekitar satu jam 30 menit.
Pada masa awal perfilman, durasi sebuah film berkorelasi langsung dengan jumlah film yang tersedia. Itulah alasannya pada dekade pertama abad ke-20, sebagian besar film berkisar antara 10 hingga 15 menit. Pada 1920-an, teknologi cukup maju mengakomodasi film-film berdurasi panjang. Pada 1950-an, waktu tayang untuk film-film epik, seperti Gone With the Wind atau The Ten Commandments menjadi nilai jual yang sangat disukai studio. Penonton dapat menonton acara lama apa pun di rumah, tetapi hanya bioskop yang menawarkan jenis penceritaan mendalam.
Dengan waktu tayang yang lebih besar, maka datang tanggung jawab yang lebih besar. Profesor studi sinema di Tisch School of the Arts NYU, Dana Polan, memperhatikan film superhero berbiaya sering kali menggabungkan adegan aksi yang panjang dan CGI. Waktu tayang juga dapat memengaruhi pendapatan hilir, seperti lisensi televisi. Untuk sementara, 91 menit adalah durasi yang ideal, atau cocok dalam blok dua jam di layar kabel dengan iklan.
Ketika sutradara awalnya menandatangani kontrak dengan film studio besar, mereka memiliki kewajiban membuatnya dalam waktu dua jam. Aturan itu melindungi studio jika pembuat film memproduksi film panjang yang mengerikan.
“Semua orang dari atas ke bawah menginginkan film terbaik,” kata sutradara film National Treasure, Jon Turteltaub.
Film yang lebih pendek, lebih murah disatukan, dan lebih sedikit risiko finansial. Skrip yang lebih panjang membutuhkan lebih banyak waktu untuk syuting. Pada gilirannya, tanggal pengambilan gambar tambahan menghabiskan jutaan dolar AS.
Dengan film yang digerakkan efek visual, tambahan waktu layar selama 30 hingga 60 menit dapat meningkatkan anggaran hingga 25 persen. Semakin banyak rekaman, maka semakin banyak waktu yang dibutuhkan dalam tahap pascaproduksi, yang menambahkan sekitar 50 ribu dolar AS (sekitar Rp 720 juta) hingga 100 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,4 miliar) per pekan. Itu memperhitungkan aspek-aspek seperti pencampuran audio dan pengeditan suara. Ini juga membutuhkan lebih banyak hari untuk aktor di lokasi syuting. Selama pandemi, jadwal syuting yang lebih lama berarti risiko lebih besar menunda produksi.
Menurut para ahli di bidang penelitian penonton, kritik biasanya bermuara pada tiga poin, yaitu kecepatan, akhir, dan kebingungan umum tentang plot. Dalam kasus tertentu, sutradara dapat membuat keputusan akhir untuk mempertahankan adegan yang mungkin dianggap “memanjakan” oleh orang lain.
Pada akhirnya, membuat film bukanlah ilmu pasti. Tidak ada formula yang menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menceritakan sebuah cerita menarik atau mengetahui dengan pasti waktu tepat penonton mulai bosan. Namun, ada beberapa aturan praktis yang penting.
“Tidak ada film yang bagus karena panjangnya, dan tidak ada film yang bagus karena pendek,” kata Turteltaub.