REPUBLIKA.CO.ID, oleh Reuters, Fergi Nadira, Antara
Kementerian Pertahanan Taiwan pada Kamis (24/2/2022) mengumumkan bahwa, pesawat-pesawat China melintas di zona pertahanan udara mereka, bersamaan dengan Rusia memulai serangan ke Ukraina. Menurut Taiwan, China dalam dua tahun terakhir secara regular melancarkan misi udara di atas teritorinya.
Misi terakhir, menurut Taiwan, melibatkan delapan jet tempur J-16 dan pesawat Y-8. Pesawat-pesawat itu terbang di atas Pulau Pratas, arah timur laut, Laut China Selatan.
Pemerintah Taiwan belakangan ini mencermati dengan serius krisis di Ukraina lantaran khawatir China juga akan mengambil momentum menyerang mereka begitu Rusia melancarkan invasi. Saat Taipei menyatakan, sejauh ini tidak menemukan pergerakan tidak biasa dari militer China, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, pada Rabu (23/2/2022) menegaskan, pihaknya tetap meningkatkan kewaspadaan.
"Semua unit keamanan dan militer harus meningkatkan pengawasan dan peringatan dini tentang perkembangan militer di sekitar Selat Taiwan," ujar Tsai dikutip laman Channel News Asia, Rabu.
Taiwan khawatir, China mengambil kesempatan menyerang Taiwan saat Barat sedang sibuk dengan Rusia-Ukraina. Menurutnya, Taiwan dan Ukraina pada dasarnya berbeda dalam hal geostrategi, geografi, dan rantai pasokan internasional.
"Tetapi dalam menghadapi pasukan asing yang berniat untuk memanipulasi situasi di Ukraina dan mempengaruhi moral masyarakat Taiwan, semua unit pemerintah harus memperkuat pencegahan perang kognitif yang diluncurkan oleh pasukan asing dan kolaborator lokal," kata Tsai.
Pernyataan Tsai memang tidak menyebut China secara gamblang. Namun, seperti diketahui China adalah ancaman militer paling signifikan yang dihadapi Taiwan.
Namun, China menegaskan, bahwa, Taiwan bukanlah Ukraina dan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari China. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying menolak adanya hubungan antara masalah Ukraina dan Taiwan.
"Taiwan bukan Ukraina," katanya.
"Taiwan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari China. Ini adalah fakta hukum dan sejarah yang tak terbantahkan," ujarnya menambahkan.
Menurut Hua, masalah Taiwan adalah salah satu yang tersisa dari perang saudara. Namun, integritas China, kata Hua, seharusnya tidak pernah ada kompromi.
Baca juga : Ukraina Minta Bantuan Hacker untuk Misi Mata-Mata Siber Terhadap Rusia
Krisis Ukraina dinilai sebagian pengamat menguji kemungkinan poros Rusia-Cina melawan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Pertemuan Vladimir Putin dengan Xi Jinping bulan ini pun memicu spekulasi kuat bahwa aliansi baru dapat terbentuk antara dua negara kekuatan besar saat berhadapan dengan AS dalam berbagai masalah.
Rusia dan China telah mendukung posisi masing-masing dalam menentang ekspansi NATO di bekas republik Soviet dan mendukung klaim China atas pulau Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri. China juga tetap menentang tindakan yang dapat merusak ambisi teritorialnya, mulai dari Laut China Selatan dan Taiwan hingga perbatasan India.
Pada Selasa (22/2/2022), Menteri Luar Negeri China Wang Yi melakukan percakapan telepon dengan Menlu Amerika Serikat Antony Blinken, guna membicarakan krisis Ukraina, Indo-Pacific versi baru, dan isu-isu lainnya. Dalam percakapan telepon tersebut, Wang juga menyarankan pihak AS memenuhi janji-janji yang telah dibuat oleh Presiden AS Joe Biden dengan tidak membuat pernyataan yang salah tentang China terkait strategi Indo-Pasifik versi baru serta tidak memprovokasi masalah Taiwan.
Percakapan telepon tersebut dalam rangka memperingati 50 tahun kunjungan mantan Presiden AS Richard Nixon ke China. Kunjungan tersebut sangat bersejarah dalam proses normalisasi hubungan China-AS sekaligus yang mendasari hubungan bilateral secara formal pada 1979.
Wang melihat adanya unsur persaingan dan kerja sama antara China dan AS. "Kita tidak bisa begitu saja menggunakan kompetisi untuk mendefinisikan hubungan bilateral," ujar diplomat senior itu.
Baca juga : 70 Fasilitas Militer Ukraina Hancur Akibat Serangan Rusia
Sementara itu, Blinken menegaskan bahwa AS tidak berusaha terlibat 'perang dingin' baru, mengubah sistem China, dan mendukung kemerdekaan Taiwan. AS tidak memiliki niat berkonfrontasi dengan China, demikian Blinken di laman Kementerian Luar Negeri China.