Jumat 25 Feb 2022 17:09 WIB

Walkot Pontianak: Suara Adzan Boleh Keras, Tapi Kualitasnya Perlu Diatur

Walkot Pontianak sebut suara adzan keras sangat diperlukan tapi kualitasnya diatur.

Red: Bilal Ramadhan
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan perlunya suara adzan yang keras tapi kualitasnya perlu diatur.
Foto: Antara
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan perlunya suara adzan yang keras tapi kualitasnya perlu diatur.

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Wali Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Edi Rusdi Kamtono, Jumat (25/2/2022), menyatakan dirinya tidak pernah mengeluarkan pernyataan mendukung kebijakan yang dikeluarkan Menteri Agama terkait aturan adzan lewat pengeras suara atau toa.

Justru dirinya yang juga selaku Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Pontianak tidak mempermasalahkan jika adzan dikumandangkan dengan pengeras suara dan harusnya keras supaya terdengar oleh umat Muslim sebagai tanda memasuki waktu shalat.

Baca Juga

"Hanya yang perlu diperhatikan, meskipun suara adzan yang dikumandangkan keras tetapi harus diatur kualitas suara yang dikeluarkan melalui pengeras suaranya agar lebih baik dan jelas serta waktunya tepat," kata Edi.

Edi menuturkan suara adzan yang dikumandangkan di masjid sebagai ajakan kepada umat Islam untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Di Pontianak tercatat 347 masjid. Saat adzan berkumandang hampir seluruh udara Pontianak terdengar dan ini juga yang ditunggu warga kota sebagai tanda panggilan waktu shalat.

"Dan selama ini juga tidak ada masalah, khususnya di Kota Pontianak ini terkait suara adzan yang dikumandangkan lewat pengeras suara. Ini juga menandakan toleransi umat beragama di Pontianak cukup tinggi," katanya.

Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran perihal aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05/2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara.

"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujarnya.

Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.

Tapi di sisi lain, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya demi merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

Adapun pedoman penggunaan pengeras suara tersebut diantaranya meliputi, pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/mushala.

Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 desibel, hingga dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

Lalu ketentuan jika dipakai saat shalat diantaranya, pembacaan Alquran atau selawat/tarhim sebelum shalat Subuh dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit, lalu pelaksanaan shalat Subuh, dzikir, doa, dan kuliah subuh menggunakan pengeras suara dalam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement