Sabtu 26 Feb 2022 05:05 WIB

Jika Hidup Diatur Tuhan, Kenapa Allah Menghukum Dosa Kita? 

Manusia memiliki kekuatan untuk berubah melalui kehendak bebas sendiri.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Jika Hidup Diatur Tuhan, Kenapa Allah Menghukum Dosa Kita? 
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Jika Hidup Diatur Tuhan, Kenapa Allah Menghukum Dosa Kita? 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang yang percaya pada fatalisme atau paham yang meyakini manusia dikuasai oleh nasib, selalu pasrah dengan hidupnya. Mereka percaya takdirnya sudah tidak bisa diubah hingga tidak memiliki kemampuan mengubah masa depannya. 

Seorang pencuri yang fatalis mungkin mengaku tidak bersalah karena dia pasti ditakdirkan untuk mencuri. Pencuri itu menganggap itu sebagai bagian dari takdirnya yang tidak dapat diubah. 

Baca Juga

Dilansir dari About Islam, Selasa (22/2/2022), banyak orang berpikir semua Muslim adalah fatalis, yang percaya karena 'semuanya tertulis', dan bahwa Tuhan mengetahui segalanya sebelumnya. Oleh karena itu, semuanya harus ditentukan sebelumnya.

Tapi faktanya, tindakan Tuhan mengirimkan Rasul dengan wahyu justru menunjukkan manusia diharapkan untuk mendengarkan, membuat pilihan, dan kemudian menyesuaikan hidup mereka sesuai dengan itu. Allah SWT bahkan berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri," (QS. Ar-Ra'du:11).

Ayat ini jelas menunjukkan manusia memiliki kekuatan untuk berubah melalui kehendak bebas mereka sendiri, dan keputusan yang dipilih bisa mengubah nasib mereka. Memang benar Tuhan mengetahui segala sesuatu dan setiap kemungkinan, tetapi manusia tidak.  

Oleh karena itu, jika manusia memilih hal tertentu, akan ada hasil tertentu yang mengarah pada kesimpulan tertentu.  Jika manusia memilih tindakan yang berbeda, maka hasil dan kesimpulannya juga akan berbeda.

Jika seseorang memilih menelan sebotol penuh tablet penghilang rasa sakit, maka orang itu akan mati dalam waktu dekat. Tetapi jika orang itu memilih menelan hanya dua, obat justru dapat menyembuhkan migrain dan mungkin waktu hidupnya hingga puluhan tahun lagi. 

Tuhan tahu semua kemungkinan hasil, tetapi Dia menyerahkan pilihan kepada manusia.  Manusia tidak dapat memahaminya, tetapi Tuhan dapat, 'kecerdasan'-Nya jutaan kali lebih besar dan sama sekali berbeda dari kita.

Kebenaran sejati terletak pada ranah al-Ghaib (hal-hal yang berada di luar persepsi manusia).  Yang dapat dilakukan oleh orang adalah percaya kepada-Nya dan meminta petunjuk di sepanjang jalan hidup kita. Fatalisme menyebabkan keputusasaan dan ketidakberdayaan, kekalahan, dan menghalangi orang melakukan upaya apa pun untuk meningkatkan nasib mereka sendiri atau orang-orang di sekitar mereka.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement