REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, negaranya siap melakukan pembicaraan dengan Ukraina. Namun, angkatan bersenjata Ukraina harus terlebih dulu meletakkan senjata mereka dan menyerah.
“Kami siap untuk negosiasi kapan saja, segera setelah angkatan bersenjata Ukraina menanggapi seruan kami dan meletakkan senjata mereka,” kata Lavrov dalam sebuah konferensi pers di Moskow, Jumat (25/2), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Lavron kembali menegaskan bahwa Rusia tidak memiliki intensi menduduki atau menguasai Ukraina. “(Presiden Vladimir Putin) mengambil keputusan melakukan operasi militer khusus dengan tujuan demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina, sehingga dibebaskan dari penindasan. Warga Ukraina sendiri dapat dengan bebas menentukan masa depan mereka,” ucapnya.
Dia pun membantah laporan bahwa serangan Rusia ke Ukraina telah menargetkan infrastruktur sipil. Militer Ukraina, pada Jumat, melaporkan bahwa pasukan Rusia kian mendekat ke Kiev. Wilayah ibu kota Ukraina itu juga diguncang beberapa serangan roket pada Jumat dini hari. “Pasukan serangan udara dari angkatan bersenjata Ukraina bertempur di daerah pemukiman Dymer dan Invankiv,” kata militer Ukraina lewat laman Facebook-nya.
Dymer terletak sekitar 45 kilometer di utara Kiev. Sementara Ivankiv sekitar 60 kilometer di barat laut Kiev. Kementerian Pertahanan Rusia mengungkapkan, pasukan mereka berhasil menguasai Pulau Zmiinyi di Laut Hitam. Sebanyak 82 tentara Ukraina di wilayah itu menyerahkan diri.
Pejabat Ukraina mengatakan, sebanyak 13 penjaga perbatasan yang ditempatkan di pulau selatan kota pelabuhan Odessa itu tewas oleh tembakan senjata dari kapal perang Rusia. Rusia juga akan mengerahkan pasukan terjun payung untuk menjaga pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Chernobyl yang ditutup di dekat Kiev.
Menurut seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, sejauh ini mereka telah menghancurkan 118 situs infrastruktur militer Ukraina