Jumat 25 Feb 2022 20:03 WIB

Aksi Mogok Pedagang Daging yang akan Berjalan Sepekan

HPP daging yang tinggi membuat pedagang kewalahan menutup kerugian.

Pedagang melayani pembeli daging sapi di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jumat (25/2/2022). Berdasarkan keterangan pedagang, sejak sepekan terakhir harga daging sapi di pasar tersebut mengalami kenaikan hingga Rp130 ribu per kilogram. Kenaikan tersebut berdampak pada turunnya daya beli masyarakat dan menurunnya omzet pedagang hingga 50 persen. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pedagang melayani pembeli daging sapi di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Jumat (25/2/2022). Berdasarkan keterangan pedagang, sejak sepekan terakhir harga daging sapi di pasar tersebut mengalami kenaikan hingga Rp130 ribu per kilogram. Kenaikan tersebut berdampak pada turunnya daya beli masyarakat dan menurunnya omzet pedagang hingga 50 persen. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dedy Darmawan Nasution, Muhammad Fauzi Ridwan

Setelah aksi mogok pedagang tahu tempe akibat kenaikan harga kedelai, giliran pedagang daging yang akan mogok berjualan. Sama seperti kedelai, langkah protes tersebut disebabkan kenaikan harga daging yang membebani pedagang.

Baca Juga

Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Sekjen DPP IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mengharapkan tidak semua pedagang daging melakukan mogok berjualan. Rencananya mogok dilakukan selama lima hari mulai 28 Februari 2022.

"Memang kami mendapati sejumlah laporan pedagang daging akan mogok jualan, tapi ada hal yang harus diperhatikan juga. Karena ada pihak ketiga seperti penjual bakso, warteg dan sebagainya yang memang memproduksi atau menjual daging tentu akan mengalami kerugian," katanya, Jumat (25/2/2022).

Lebih lanjut, Reynaldi mengkhawatirkan aksi mogok ini bakal berdampak pada skala yang lebih besar mengingat waktu pelaksanaannya yang hampir sepekan. IKAPPI bakal melakukan komunikasi dengan pemerintah untuk segera melakukan intervensi terkait melambungnya harga daging.

"Dengan cara apa? Dengan cara memastikan stok daging yang ada, karena konsumsi daging dalam negeri kita cukup tinggi. Untuk itu, seharusnya permintaan yang saat ini tidak terlalu tinggi seharusnya dapat mampu ditekan. Kecuali nanti menjelang Hari Raya Lebaran Idul Fitri tentu permintaan akan tinggi dan harga akan melonjak maka jauh sebelum itu pemerintah harus melakukan intervensi," tuturnya.

Saat ini harga pokok penjualan atau HPP daging cukup tinggi membuat pedagang kewalahan untuk menutup kerugian. Reynaldi mengatakan, bahkan ada HPP mencapai Rp 140.000, sementara harus dijual dengan harga Rp 115.000-Rp 120.000 per kilogram.

"Pedagang sudah mengambil harga di rumah potong hewan [RPH] sudah tinggi, ini kesulitannya untuk menjual di harga normal," ujar Reynaldi.

Reynaldi meminta kepada pemerintah untuk melakukan intervensi dari hulu hingga hilir, salah satunya dengan memaksimalkan produksi daging dalam negeri melalui pemetaan sentra daging. "Genjot sentra daging, seperti di NTB, harus digenjot agar dagingnya surplus, kalau surplus dagingnya dapat di distribusi ke wilayah yang 'demand'-nya tinggi, seperti Jabodetabek," ujarnya.

Dia sangat mendukung pemerintah untuk mendorong produksi dalam negeri, karena banyak yang dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan. Sementara itu, pemetaan penting untuk mengetahui wilayah mana yang berpotensi menjadi sentra daging, sehingga tidak harus mengandalkan impor.

"Daging lokal kita itu rasanya jauh lebih sedap, lebih 'fresh', ketimbang harus impor yang beku, yang kadar airnya jauh lebih tinggi," ucapnya.

Sementara itu, Kementerian Pertanian menegaskan ketersediaan daging sapi/kerbau hingga bulan Mei 2022 aman dan tercukupi. Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi isu yang beredar terkait kenaikan harga daging sapi/kerbau.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Nasrullah, mengatakan, hasil pendataan dan verifikasi secara faktual data ketersediaan daging sapi/kerbau bulan Februari hingga Mei 2022 sebanyak 240.948 ton sedangkan sedangkan kebutuhan sebanyak 238.211 ton, sehingga masih terdapat surplus sebanyak 2.736 ton.

Ia menyebutkan, komposisi ketersediaan daging tersebut terdiri dari produksi sapi/kerbau lokal sebanyak 564.360 ekor atau setara daging 101.596 ton. Sapi bakalan impor siap potong sebanyak 174.264 ekor atau setara daging 33.404 ton serta daging sapi/kerbau beku impor sebanyak 105.947 ton.

“Ini artinya secara ketersediaan daging sapi/kerbau hingga bulan Mei tercukupi. Jadi ketersediaan daging untuk bulan Ramadhan dan Idul Fitri aman," kata Nasrullah dalam pernyataan resminya, Jumat (25/2/2022).

Nasrullah menuturkan,  untuk validasi data prognosa ketersediaan dan kebutuhan daging sapi/kerbau ini secara periodik dibahas bersama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya, serta assosiasi peternakan dan importir daging sapi/kerbau.

Menurutnya, untuk menjamin validasi data, timnya juga selalu melakukan pemantauan lapangan setiap pekan dan rilis data terbaru dilakukan setiap hari Senin. Lebih lanjut Nasrullah menjelaskan, pihaknya telah mendata sapi by name by address di 10 Provinsi sentra sumber produksi sapi.

Menurutnya, dalam sepekan ini telah dilakukan koordinasi dengan para assosiasi pedagang dan pemotong. “Data-data dari sumber-sumber produksi sudah kami sampaikan, kami siap membantu menghubungkan antara pemotong, pedagang, BUMN, dan BUMD dengan sumber daging untuk melakukan pembelian produksi lokal,” ucap Nasrullah.

Nasrullah menambahkan, jika terdapat permasalahan untuk pembayaran secara tunai, pemerintah saat ini telah memberikan bantuan fasilitasi permodalan berupa skim Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pembelian sapi/kerbau lokal yang siap potong di peternak atau kelompok ternak.

"Ini artinya secara keseluruhan tidak ada masalah, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dan termakan isu yang tidak benar,” kata dia.

Ia menambahkan, semestinya saat ini tidak ada kenaikan harga daging sapi. Jika itu terjadi, Kementan meminta agar Satgas Pangan bisa menelusuri lebih jauh kemungkinan para oknum yang sengaja menaikkan harga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement