REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK— PBB menyebut 40 juta warga Irak kehabisan kesabaran karena ulah pemimpin mereka sendiri. Hal ini karena proses pembentukan pemerintahan baru terus berlarut-larut dan tak kunjung usai.
“Banyak orang Irak bertanya-tanya apakah kepentingan nasional benar-benar menjadi yang utama dan utama dalam negosiasi yang sedang berlangsung, daripada akses ke sumber daya dan kekuasaan politik, atau bagaimana kue penunjukan dan kementerian akan diukir kali ini,” kata Jeanine Hennis-Plasschaert, utusan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk Irak dilansir dari Arab News, Jumat (25/2/2022).
"Jadi apa yang saya katakan adalah, pemilihan sudah lebih dari empat bulan di belakang kita dan sudah saatnya untuk mengembalikan sorotan ke tempat yang seharusnya, pada rakyat Irak," tambahnya.
Sementara itu, katanya, rakyat Irak masih menunggu lebih banyak kesempatan kerja, peningkatan keselamatan dan keamanan, layanan publik yang memadai, perlindungan hak dan kebebasan mereka. Terutama keadilan, akuntabilitas dan partisipasi yang berarti dari perempuan dan pemuda Irak.
Menurut laporan PBB yang diterbitkan bulan ini, ISIS telah melakukan lebih dari 120 serangan terhadap pasukan keamanan Irak dalam tiga bulan terakhir saja, dan terus menargetkan para pemimpin masyarakat, personel keamanan dan dituduh oleh kelompok teror itu bekerja sama dengan pihak berwenang Irak.
Hennis-Plasschaert juga mengangkat masalah pemulangan warga negara Irak dari kamp-kamp di timur laut Suriah di mana pejuang teroris asing dan istri serta anak-anak mereka ditahan.
Para pejabat PBB telah mengutuk kondisi kehidupan yang mengerikan dan berbahaya di kamp-kamp ini sebagai bom waktu yang memicu kebencian dan menginspirasi perekrutan teroris.
PBB mengatakan bahwa pihak berwenang Irak telah memulangkan 450 keluarga, sekitar 1800 orang secara total, sejak Mei 2021 dan memuji Baghdad karena menunjukkan keberanian dalam melakukannya.