REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Kegiatan ekskavasi tahap dua di Situs Srigading, Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim) selesai pada Sabtu (26/2/2022). Proses yang berlangsung selama enam hari ini sudah semakin menampakkan bentuk dari bangunan tersebut.
Arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho, target ekskavasi pada tahap kali ini lebih pada menampakkan sisi timur candi. Sebelumnya, tim sudah mendapatkan gambaran profil kaki candi berukuran 8x8 meter. "Dan profil pondasi 10x10 meter," kata pria disapa Wicak ini saat ditemui wartawan di lokasi ekskavasi, Sabtu (26/2/2022).
Pada ekskavasi tahap kedua ini, tim arkeolog menemukan tangga di bagian sisi timur. Temuan ini menandakan candi menghadap ke arah timur. Hal ini berarti pintu candi mengarah ke Semeru dan bergaris lurus dengan Gunung Arjuno.
Di samping itu, Wicak dan tim juga menemukan banyak sekali temuan. Pertama, tim menempatkan batu ambang pintu yang berada di atas tangga. Kemudian ada dua batu untuk relung dan dua buah arca yang tidak utuh.
Menurut Wicak, arca pertama ditemukan di sudut tenggara sedangkan lainnya di sebelah timur. Temuan arca-arca ini menjadi menarik karena menandakan sebagai penjaga candi di Situs Srigading. Dua arca tersebut untuk sementara diidentifikasi sebagai Mahakala dan Nandiswara.
"Yang sebelumnya Nandiswara itu saya duga Agastya karena ditemukan di sisi selatan tapi kemungkinan ini arca Nandiswara itu jatuh agak jauh," jelasnya.
Wicak menduga arca-arca yang jatuh tersebut bersamaan dengan runtuhnya candi di masa lampau. Kondisi ini juga menandakan tubuh bangunan tersebut berukuran tinggi sehingga jarak jauhnya agak jauh. Namun saat ini timnya masih menunggu data-data arkeologis guna merekonstruksi seberapa besar tubuh candi sebelum runtuh.
Seperti diketahui, saat ini bangunan yang ditemukan tim hanya bagian profil kaki, pondasi dan tangga. Kemudian timnya juga masih mengerjakan bagian bilik utama yang berukuran 3x3 meter. Dari area tersebut, pihaknya menemukan sumuran yang saat ini masih didalami.
Bangunan suci umat Hindu
Secara fungsional, bangunan candi ini diperuntukkan sebagai tempat peribadatan. Hal ini terutama untuk umat beraliran Hindu Siwaistis. Simpulan ini diperkuat dengan adanya temuan yoni dan lingga selama dua tahap ekskavasi.
Dari segi arsitekturnya, Wicak memperkirakan candi masih memiliki kaitan dengan Prasasti Linggasutan yang ditemukan tidak jauh dari Situs Srigading. Saat ini prasasti tersebut sudah dipindahkan ke Museum Nasional (Munas), Jakarta.
Berdasarkan temuan yang ada, gaya arsitektur candi ini masih bergaya Mataram Kuno sekitar abad kesepuluh. Lebih tepatnya, ketika Mpu Sindok memindahkan Mataram Kuno ke Jatim yang kemudian menjadi Kerajaan Medang.
Prasasti Sangguran yang ditulis pada 928 menyebutkan, saat itu Mpu Sindok masih menjadi Rakai Hino atau Wakil Raja. Kemudian berdasarkan Prasasti Linggasutan pada 929, Mpu Sindok tercatat sudah menjadi raja dalam jeda satu tahun. Wicak menduga, selama satu tahun masa transisi tersebut telah terjadi pemindahan pusat kekuasaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah (Jateng) ke Jatim.
Menurut Wicak, candi di Situs Srigading kemungkinan sudah berdiri sebelum Mpu Sindok menjadi raja. Pasalnya, Prasasti Linggasutan mengungkapkan, adanya permintaan pembebasan pajak kepada Mpu Sindok yang saat itu berkuasa. "Jadi candi ini sebenarnya sudah ada sebelum Sindok memindahkan kekuasaan ke Jawa Timur," ucapnya.
Mengingat datanya masih belum lengkap, Wicak menyimpulkan, candi di Situs Srigading masih memiliki gaya Mataram Kuno. Meskipun pusat Mataram Kuno masih di Jateng saat candi di Situs Srigading berdiri, ini bukan berarti di Jatim tidak ada peradaban. Jatim sudah memiliki peradaban termasuk kaitannya dengan Kerajaan Kanjuruhan yang telah ada sejak abad ketujuh.
"Termasuk di sini yang dulu merupakan kalau masa Sindok termasuk daerah lungguh dari Rakai Hujung," kata dia menambahkan.