REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) masih menunggu penghitungan pasti angka kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dengan dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia (GIAA). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi berharap, pekan mendatang hasil audit investigatif dari BPKP sudah dapat menyampaikan angka pasti kerugian negara.
Supardi mengatakan, tim penyidikannya sebetulnya sudah punya angka minimal kerugian negara. Tetapi, konsep akunting di BPKP memberikan angka berbeda kerugian negara terkait kasus tersebut. “Di kita penyidikan, kerugian negara minimalnya sudah ada. Tetapi kita bersama BPKP menginginkan ini (kerugian negara) bisa (di angka) maksimal,” ujar Supardi, Ahad (27/2).
Supardi tak menjelaskan berapa angka minimal kerugian negara versi penyidikan. Jampidsus Febrie Adriansyah pada awal penyidikan kasus tersebut pernah mengungkapkan kerugian negara minimal dugaan korupsi pembelian dan sewa pesawat terbang ATR 72-600 mencapai Rp 3,7 triliiun. Itu belum termasuk pembelian dan sewa pesawat terbang CRJ 1000 yang juga turut menjadi objek penyidikan.
Dalam penyidikan dugaan korupsi di PT GIAA ini, Jampidsus Kejakgung sudah menetapkan dua orang tersangka pada Kamis (24/2). Keduanya adalah Agus Wahyudo (AW) yang ditetapkan tersangka selaku Eksecutive Project Manager Aircraft Delivery PT GIAA 2009-2014 dan Setijo Awibowo (SA) yang ditersangkakan terkait perannya selaku Vice President Strategic Management Office PT GIAA 2011-2012.
Tersangka AW dan SA juga adalah anggota tim pengadaan pesawat CRJ 1000 NG GIAA 2011, dan ATR 72-600 pada 2012. Keduanya kini sudah dijebloskan ke sel tahanan. Penyidik, menjerat keduanya dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor 31/1999-20/2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.