Ahad 27 Feb 2022 20:45 WIB

Pengamat: Pembicaraan di Belarusia akan Segera Akhiri Krisis Rusia-Ukraina

Peluang konflik selesai lebih cepat justru terbuka dengan adanya dialog di Belarusia.

 Kebakaran besar di depot penyimpanan minyak setelah serangan rudal Rusia, di Vasylkiv, dekat Kiev, Ukraina, 27 Februari 2022. Pasukan Rusia melancarkan operasi militer besar di Ukraina pada 24 Februari, setelah berminggu-minggu diplomasi intens dan pengenaan sanksi Barat di Rusia bertujuan untuk mencegah konflik bersenjata di Ukraina.
Foto: EPA-EFE/ALISA YAKUBOVYCH
Kebakaran besar di depot penyimpanan minyak setelah serangan rudal Rusia, di Vasylkiv, dekat Kiev, Ukraina, 27 Februari 2022. Pasukan Rusia melancarkan operasi militer besar di Ukraina pada 24 Februari, setelah berminggu-minggu diplomasi intens dan pengenaan sanksi Barat di Rusia bertujuan untuk mencegah konflik bersenjata di Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA: Pengamat Komunikasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid, DR. Algooth Putranto optimistis krisis Rusia-Ukraina segera selesai seiring adanya upaya pembicaraan dari kedua belah pihak asalkan Amerika dan negara-negara NATO tidak ikutan campur tangan.

“Kalau melihat tensi krisis kedua negara, meski terjadi konflik bersenjata, tensinya cenderung datar. Amerika dan negara-negara NATO sikapnya tidak solid. Peluang konflik selesai lebih cepat justru terbuka dengan adanya pembicaraan di Belarusia,” ungkapnya dalam keterangan tertulisnya, Ahad (27/2/2022).

Seperti diketahui, kata Algooth, pada Ahad (27/2/2022), delegasi Rusia sampai di kota Gomel, Belarusia. Kehadiran delegasi Rusia tersebut sekaligus jawaban bagi Presiden Ukraina Vladimir Zelensky yang membuka kemungkinan untuk berunding di tempat netral.

“Kita wajib mengapresiasi gerak cepat Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko menjadi mediator krisis Rusia-Ukraina. Dia lebih cepat daripada menunggu keputusan Presiden Turki (Recep Tayyip Erdogan) dan Azerbaijan (Ilham Aliyev),” lanjutnya.

Baca juga : Perusahaan Rusia Dilarang Ikut di Ajang Mobile World Congress Barcelona

Yang menjadi pertanyaan, lanjutnya, pertama, kerelaan Presiden Ukraina Vladimir Zelensky untuk berunding. Kedua, Amerika dan negara-negara NATO menahan diri untuk tidak turut campur dalam perundingan Rusia-Ukraina tersebut.

Sekadar catatan, ungkap Algooth, sebelum krisis Rusia-Ukraina, Amerika Serikat dan negara-negara NATO sibuk memprovokasi Rusia sampai diingatkan China di PBB. “Negara-negara Barat mengancam ini itu, pada kenyataannya mereka ya impor banyak bahan baku nuklir dan senjata dari Rusia," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement