Ahad 27 Feb 2022 20:53 WIB

Apakah Fikih Perempuan Berlaku pada Lelaki Transgender?

Lelaki yang mengubah kelaminnya tetap dihukumi laki-laki.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Apakah Fiqih Perempuan Berlaku Pada Lelaki Transgender?. Foto:   Ilustrasi LGBT
Foto: MgRol112
Apakah Fiqih Perempuan Berlaku Pada Lelaki Transgender?. Foto: Ilustrasi LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang lelaki mengubah alat kelaminnya menjadi perempuan (transgender), lalu apakah berlaku fiqih perempuan padanya? Misalnya wajib menutup rambut, atau saat meninggal diperlakukan sebagai jenazah perempuan. 

Pakar fiqih Muamalah yang juga founder Institut Muamalah Indonesia, KH. Muhammad Shiddiq Al Jawi menjelaskan mengubah kelamin atau transgender sudah jelas hukumnya dalam Islam adalah haram. Sedang jika terdapat laki-laki dengan alat kelamin laki-laki sempurna (bukan kelamin ganda atau hermaprodit atau khuntsa) melakukan operasi kelamin menjadi perempuan, maka dia tetap dihukumi laki-laki menurut hukum Islam. 

Baca Juga

Menurut kiai Shiddiq hal tersebut berdasarkan kaidah fiqih Idza Saqatha al Ashlun Saqatha al Far'u (jika perkara pokok gugur, maka gugur pula perkara cabangnya). Ia menjelaskan yang menjadi perkara pokok adalah hukum operasi ganti kelamin itu sendiri. Sedang perkara cabangnya adalah segala hak dan kewajiban yang menjadi akibat dari operasi kelamin itu. Misalnya bagian hak waris, posisi dalam shalat jamaah, kewajiban menutup aurat, tata cara pengurusan jenazah, dan sebagainya. 

"Jadi kejelasan jenis kelamin itu adalah pokok, maka ketika seseorang itu sejak kecilnya laki-laki, itulah yang menjadi perkara pokok. Maka dihukumi sebagai laki-laki untuk berbagai masalah cabang," kata kiai Shiddiq Al Jawi dalam kajian virtual yang diselenggarakan Ngaji Shubuh beberapa waktu lalu.

Maka menurut kiai Shiddiq kendati pun seorang lelaki mengubah alat kelaminnya menjadi perempuan, maka ketentuan  fiqih yang berlaku padanya dalam berbagai perkara adalah laki-laki. 

Lebih lanjut Shiddiq Al Jawi menjelaskan operasi ganti kelamin seperti laki-laki yang memiliki alat kelamin laki-laki sempurna (bukan kelamin ganda atau hermaprodit atau khuntsa) mengubah kelaminnya menjadi kelamin perempuan hukumnya haram dan dosa besar.  Menurutnya alasan keharaman karena dalam operasi ganti kelamin untuk seorang laki-laki yang sudah sempurna alat kelaminnya, terjadi perubahan ciptaan Allah (taghyir khalqillah) yang telah diharamkan syarah sebagaimana dalilnya pada surat An Nisa 119. 

Kiai Shiddiq mengatakan jika laki-laki diharamkan melakukan pengebirian maka haram melakukan pengubahan kelamin menjadi perempuan. Selain itu alasan keharaman lainnya adalah karena operasi ganti kelamin akan menjadi perantara kepada perbuatan yang telah diharamkan oleh syara. Karena Rasulullah SAW telah mengutuk laki-laki yang menyerupai perempuan dan mengutuk perempuan yang menyerupai laki-laki. 

Kiai Shiddiq menegaskan diperlakukan laki-laki atau perempuan itu merupakan cabang. Sebab persoalan pokoknya adalah boleh tidaknya operasi ganti kelaminnya. Maka perkara pokoknya yakni operasi ganti kelamin adalah haram. Maka dari itu segala cabang hukum  dari perkara pokok itu yaitu hak dan kewajiban yang menjadi akibat dari operasi ganti kelamin itu  juga haram. 

"Maka dari itu laki-laki yang melakukan operasi ganti kelamin menjadi perempuan itu tidak dihukumi sebagai perempuan menurut hukum Islam. Namun tetap dihukumi sebagai laki-laki, meski penampilan fisiknya sudah mirip perempuan," katanya.

Maka dari itu sebagai konsekuensi hukumnya, kiai Shiddiq menjelaskan ketika laki-laki yang mengganti kelaminnya menjadi perempuan mengenakan busana maka tetap wajib busana yang dikenakan adalah busana laki-laki, ketika shalat berjamaah maka wajib berada di shaf laki-laki, jika mendapat waris maka memperoleh bagian waris laki-laki, dan jika meninggal dunia maka jenazahnya wajib diurus sebagaimana jenazah laki-laki, tidak boleh diurus sebagai jenazah perempuan dan sebagainya.

Adapun jika seseorang berkelamin ganda (hermaprodit atau khuntsa) maka boleh hukumnya melakukan operasi penyempurnaan kelamin sekedar untuk menegaskan jenis kelaminnya. Ini berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan berobat. Ketika operasi penyempurnaan kelamin telah dilakukan, dan orang tersebut jelas atau pasti jenis kelaminnya, maka orang tersebut mendapat hak dan kewajiban syari sesuai jenis kelamin barunya itu. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement