Senin 28 Feb 2022 10:17 WIB

Mantan Ketua Panwaslu DKI: Tunda Pemilu Melanggar Konstitusi

Tindakan menunda pemilu dinilai melawan konstitusi.

Red: Muhammad Hafil
Mantan Ketua Panwaslu DKI: Tunda Pemilu Melanggar Konstitusi. Foto:   Penyelenggaraan pemilu di Kota Medan, Sumatra Utara. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Mantan Ketua Panwaslu DKI: Tunda Pemilu Melanggar Konstitusi. Foto: Penyelenggaraan pemilu di Kota Medan, Sumatra Utara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aktivis Rumah Demokrasi Ramdansyah menilai pemerintah harus menaati konstitusi tentang jadwal pelaksanaan pemilu. Karena, menunda pemilu sama saja dengan bentuk perlawanan terhadap konstitusi.

"Kampanye ini diharapkan dapat diikuti oleh penggiat demokrasi, kalangan kampus, relawan dan aktifis Pemilu," ujar Pimpinan Rumah Demokrasi, Ramdansyah (1/3).

Baca Juga

Ramdansyah berpandangan bahwa dalam politik tidak ada yang terjadi secara kebetulan, melainkan sudah dirancang atau direncanakan. Mendasarkan cara pandang Jenderal Prusia Carl von Clausewitz, adalah sebuah strategi untuk memenangkan perang atau konstetasi.

"Maka saat Ketua-Ketua Umum Partai  berbicara mengenai penundaan Pemilu 2024 maka pernyataan itu bisa dibaca dengan cara demikian," ujar mantan ketua Panwaslu DKI 2008 ini.

Ramdansyah menganalisa alasan penundaan yang diungkapkan ketua partai yakni pemulihan ekonomi atau pandemi. Ia mengatakan  sejumlah Pilkada tahun 2020 dapat digelar  pada masa pandemi dan bisa dilakukan hanya dengan persiapan kurang lebih enam bulan. 

"Sekarang Pemilu 2024 dengan persiapan lebih dari satu tahun, tidak mungkin menjadi alasan untuk penundaan Pemilu 2024," ujar mantan sekjen Partai Idaman tersebut.

Ramdansyah menegaskan isu penundaan Pemilu dapat meresahkan masyarakat, dan itu bentuk pelanggaran konstitusi. Dalam teori ketatanegaraan, pelanggaran atas konstitusi hanya dimungkinkan dalam kondisi yang sangat darurat. Itupun dengan pertimbangan dan asumsi yang jelas terkait definisi untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat. 

Dengan demikian persoalan konstitusional lainnya adalah penambahan masa jabatan presiden, memperpanjang masa jabatan parlemen, dan kepala daerah. 

"Boleh dikatakan bahwa ini akan menyebabkan pelanggaran konstitusi secara berjamaah," tambahnya.

Ia juga menduga wacana penundaan Pemilu ini sebagai “persoalan menjaga kekuasaan”. 

Rasionalisasi melakukan prosedur perubahan konstitusi bukan untuk melindungi segenap rakyat Indonesia.  Melainkan kepada syahwat kekuasaan kelompok atau elit politik tertentu. 

"Mereka yang berada di barisan ini adalah Ketua-Ketua umum partai politik memiliki angka elektabilitas yang rendah dari hasil sejumlah survei baru-baru ini," lanjutnya.

Berdarkan pertimbangan politis dan konstitusional, Ia tegas menolak Penundaan Pemilu 2024. 

Ia memberikan dukungan kepada KPU yang sudah memberikan kepastian penyelengaran Pemilu 2024. Partai-partai politik dan elit-elit politik sudah seharusnya memberi contoh untuk disiplin  dan taat pada Konstitusi.  

Ia berharap partai-partai politik dan elit-elit politik seharusnya lebih fokus pada upaya pemulihan ekonomi secara serius dan sungguh sungguh. "Bukan justru sebaliknya mambuat gaduh politik dan mengarah pada pelanggaran konstitusi," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement