REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan sebanyak 29 orang yang lolos seleksi tahap III. Sebelumnya, ada 33 nama yang ditetapkan lolos untuk mengikuti Seleksi Tahap III yang meliputi asesmen dan pemeriksaan kesehatan.
Berdasarkan pengumuman nomor PENG-04/PANSEL-DKOJK/2022 yang dirilis pada Senin (28/2/2022), sebanyak empat nama dinyatakan tidak lolos dalam Seleksi Tahap III Calon Anggota Dewan Komisioner OJK periode 2022-2027. Adapun empat nama yang gagal seleksi tahap III berasal dari kalangan akademisi dan pejabat lembaga negara antara lain, Junino Jahja (Dosen Universitas Indonesia), Pahala Nainggolan (Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK), Bambang Pamungkas (Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dan Aditya Jayaantara (Deputi Komisioner Sistem Informasi dan Keuangan OJK).
Berikut daftar lengkap kandidat Calon Anggota Dewan Komisioner OJK periode 2022-2027 yang lolos seleksi tahap III antara lain Firmansyah N. Nazaroedin, Dian Ediana Rae, Iskandar Simorangkir, Mahendra Siregar, Marwanto, Budi Santoso, Hariyadi, Hidayat Prabowo, Difi Johansyah, Adi Budiarso, Didik Madiyono, Pantro Pander Silitonga, Ogi Prastomiyono, Peter Jacobs dan Agusman.
Selanjutanya Friderica Widyasari Dewi, Iwan Pasila, Darwin Cyril Noerhadi, Inarno Djajadi, Agus Susanto, Mirza Adityaswara, Yuli Kristiyono, Tirta Segara, Etty Retno Wulandari, Sophia Issabella Watimena, Mohamad Fauzi Maulana Ichsan, Hoesen, Candra Fajri Ananda, dan Doddy Zulverdi.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan masuknya beberapa nama dari kalangan industri atau swasta punya sisi positif dan negatif. “Positifnya adalah memiliki expertise pengalaman bidang technical, atau praktisi bidang keuangan ini bisa memberikan kemampuan bagi OJK untuk beradaptasi terutama dari sisi kemampuan digital,” ujarnya kepada wartawan, Senin.
Dari sisi negatifnya, lanjut Bhima tentu akan memberikan risiko adanya konflik kepentingan, karena ditakutkan pengawasannya menjadi tidak profesional dan seimbang. “Karena apa jangan sampai terjadi dengan terpilihnya mereka dari industri keuangan tertentu itu hanya mengawasi perusahaan mereka bekerja dulu saja,” ucapnya.
Bhima menyebut kondisi masuknya perwakilan industri ke dalam struktur dewan pengawas keuangan suatu negara sebetulnya bisa dilakukan. Hal tersebut terjadi di Amerika Serikat (AS) namun syaratnya ketat.
“Salah satunya selama dua tahun pejabat tersebut tidak melakukan pengawasan terhadap sektor industri tempat mereka bekerja dulu atau dikatakan melakukan pengawasan bidang lainnya,” ucapnya.
Selain itu anggota komisioner otoritas jasa keuangan yang terpilih tersebut juga diwajibkan untuk melepaskan seluruh kepemilikan saham yang dia miliki terkait industri keuangan.
“Selain itu cara lainnya adalah dengan cara melepaskan seluruh kepemilikaan saham industri jasa keuangan yang dimiliki, sehingga dia betul-betul fair dan berpihak pada regulasi, sehingga menjadi wasit yang sesungguhnya,” ucapnya.
Sementara itu Praktisi ekonomi dan CEO Fath Capital, Muliandy Nasution menambahkan adanya potensi perlakuan khusus dari komisioner OJK terpilih terhadap kepentingan perusahaan tertentu ketika komisioner tersebut sebelumnya bekerja pada suatu perusahaan swasta, khususnya perusahaan swasta yang terafiliasi dengan konglomerasi.
Dari antara 29 calon anggota komisioner OJK yang terpilih ke tahap selanjutnya, masih ada calon yang masih aktif terafiliasi dengan konglomerasi tertentu, dalam artian bekerja dengan posisi strategis pada perusahaan swasta yang terafiliasi perusahaan konglomerasi. Hal ini tentu perlu menjadi catatan.
“Jangan sampai ada anggota dewan komisioner OJK nanti yang dipersepsikan sebagai titipan atau perpanjangan tangan dari konglomerasi tertentu, sehingga berpotensi melahirkan hegemoni kepentingan kelompok tersebut. Sudah menjadi tugas pansel untuk mencegah hal tersebut terjadi, sehingga siapapun anggota dewan komisioner OJK nanti benar-benar bersikap profesional, objektif, independen dan bebas intervensi dari kepentingan konglomerasi,” ucapnya.
“Patut dihindari jangan sampai fungsi pengawasan, penindakan, pengaturan dan perumusan kebijakan OJK nanti menjadi terkompromi akibat keberpihakan pada kepentingan institusi swasta atau konglomerasi tertentu. Diharapkan tim pansel memiliki profesionalisme dan ketegasan untuk mencegah hal ini terjadi,” pungkasnya.
Best Regards,