Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Upik Kamalia

Agar Murid Tidak Malas Sekolah

Guru Menulis | Tuesday, 01 Mar 2022, 00:04 WIB

Satu pertanyaan yang sering kita ajukan sebagai guru kepada anak-didik kita adalah untuk apa sekolah, apa tujuan sekolah. Pertanyaan itu penting karena segala sesuatu semestinya bermuara pada tujuan akhir sebuah perjalanan. Jika seorang anak sudah mengetahui untuk apa ia sekolah dan belajar maka mudah bagi kita untuk mengajarnya. Guru tidak perlu repot-repot menjelaskan pelajaran sebab si anak dengan kamauannya sendiri akan mencari dan mengejarnya. Siswa yang berkamaun keras cukup didorong dan diberi motivasi saja. Namun masalahnya siswa yang seperti ini sedikit sekali jumlahnya. Yaag lebih banyak itu adalah siswa dengan motivasi belajar yang rendah. Hal tersebut terutama ditemui disekolah-sekolah didaerah pinggiran.

Menjadi guru disekolah yang demikian bukan perkerjaan gampang. Tugas guru menjadi tidak sekedar mengajar disekolah tetapi dituntut untuk menjemput mereka datang ke sekolah. Seandainya orangtua mereka masih berkeinginan melihat anaknya sekolah maka guru dapat bekerjasama dengan orangtua, namun kenyataan tidak sedikit orangtua yang tidak mau tahu dengan pendidikan anaknya. Pekerjaan guru menjadi bertambah-tambah. Jika dibiarkan maka siswa disekolah akan sedikit dan berimpilkasi pada dana BOS dan tunjangan sertifikasi yang tidak cair jika siswa dalam satu local kurang dari 20 orang. Guru yang mengajar di lokal yang seperti itu tidak terhitung jamnya.

Menghadapi anak yang malas belajar sebetulnya serba salah. Jika sekolah menerapkan aturan ketat misalnya yang datang terlamat harus melapor dulu ke piket , maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama si anak yang malas tadi hari pertama akan melaksanakan hukuman yang diberikan guru piket sambil bersungut-sungut. Setelah itu ia akan masuk kelas sambil bersiap mendengarkan celoteh guru yang sedang mengajar. Hari berikutnya si anak akan mengambil pelajaran bahwa jika sudah telambat lebih baik tidak masuk sama sekali karena pasti akan dihukum. Lantas ia duduk-duduk dikedai pinggir jalan sambil menunggu jam pulang. Besoknya begitu lahi sampai akhirnya orangtua dipanggil karena absen telah penuh dan guru-guru sudah serigkali mengadu bahwa si anak tidak masuk-masuk padahal masih nampak dikedai berpakaian sekolah. Orangtua datang, sehari dua hai berubah setelah itu kembali kepada kebiasaan semula. Pertanyaannya lantas apa yang harus dilakukan guru untuk menghadapi anak yang seperti ini?

Yang jelas adalah seorang guru mestilah mengetahui secara pasti mengapa si anak malas sekolah. Tidak patut rasanya jika tindakan yang demikian dibiarkan atau guru berlepas tangan atau merasa berputus asa menghadapi si anak. Sebab jika guru bersikap demikian maka ujung-ujungnya si anak lebih memilih berhenti sekolah yang intinya memperbanyak angka putus sekolah. Fenomena seperti ini sangat lazim ditemui di sekolah-sekolah pinggiran. Maaf jika menyebut pinggiran , namun memang demikian kenyataannya. Sekolah saat ini masih senjang dalam banyak hal walau pemerintah sudah berupaya menghilangkan dikotomi sekolah unggulan dan sekolah biasa, sekolah favorit sekolah tidak favorit, sekolah swasta sekolah negeri.

Jawaban dari persoalan ini barangkali adalah sebagian besarnya ada pada guru yang harus merubah paradigma bahwa murid adalah pihak yang harus dipentingkan dalam segala di sekolah. Sekolah juga mengambil posisi yang mementingkan murid. Istilah yang diperkenalkan saat ini pembelajaran yang berpihak pada murid, sekolah yang berpihak pada murid. Murid tidak lagi ditempatkan pada posisi harus selalu menurut, mengikuti semua aturan tanpa keterlibatannya dalam membuat aturan tersebut. Murid harus dilibatkan dalam segala hal yang akan menyangkut kepentingannya.

Untuk melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid mungkin tidak mudah karena semua pihak disekolah harus sepakat untuk malaksanakannya. Kepala sekolah dan guru mesti mengurangi ego untuk mau melibatkan murid dalam pembelajaran . Jika murid telah didahulukan, dipentingkan rasanya tidak ada lagi yang malas sekolah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image