REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Singapura akan memberlakukan sanksi dan pembatasan pada Rusia menyusul invasi negara yang dipimpin Vladimir Putin ke Ukraina. Hal ini diumumkan oleh Menteri Luar Negerinya, Vivian Balakrishnan kepada Parlemen pada Senin (28/2/2022) waktu setempat.
Sanksi Singapura termasuk tindakan perbankan dan keuangan serta kendali ekspor pada barang-barang yang dapat digunakan sebagai senjata terhadap rakyat Ukraina. Singapura menjadi negara pertama Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang memberikan sanksi ke Rusia. Negara kota kecil itu memang kerap mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB namun sangat jarang mengeluarkan sanksinya sendiri terhadap negara-negara.
"Singapura bermaksud untuk bertindak bersama dengan banyak negara lain yang berpikiran sama untuk menjatuhkan sanksi dan pembatasan yang sesuai terhadap Rusia," kata Menteri Luar Negeri Vivian Balakrishnan kepada parlemen, Senin.
Menurutnya invasi Rusia sebagai tidak dapat diterima dan merupakan pelanggaran berat norma-norma internasional. Dia mengatakan sanksi itu karena beratnya situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya serta veto Rusia minggu lalu atas rancangan resolusi Dewan Keamanan.
"Secara khusus, kami akan memberlakukan kontrol ekspor pada barang-barang yang dapat digunakan secara langsung sebagai senjata di Ukraina untuk merugikan atau menaklukkan Ukraina," katanya.
"Kami juga akan memblokir bank-bank Rusia tertentu dan transaksi keuangan yang terhubung ke Rusia," ujarnya menambahkan.
Balakrishnan mengatakan langkah-langkah khusus sedang dikerjakan dan akan diumumkan segera. Langkah Singapura adalah yang pertama di antara tetangga-tetangga regionalnya di Asia Tenggara dan terlepas dari yang beranggotakan 10 negara.
ASEAN pada Sabtu menyerukan de-eskalasi konflik. Blok tersebut juga menyerukan untuk dialog dan menghormati hukum internasional dan komitmen PBB.
Sementara itu, selain Singapura dalam langkah yang jarang terjadi, Korea Selatan (Korsel) juga akan memberlakukan sanksi kepada Rusia. Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan, Seoul akan melarang ekspor barang-barang strategis, bergabung dengan negara-negara lain dalam memblokir beberapa bank Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT.
Korsel mengatakan akan meningkatkan bantuan ke Ukraina. Korsel juga akan mempromosikan pelepasan cadangan minyak yang lebih strategis untuk membantu menstabilkan pasar energi global dan mempertimbangkan langkah-langkah lain, termasuk penjualan kembali LNG ke Eropa.
Baca juga : Imam Besar Al Azhar Minta Pemimpin Dunia Akhiri Perang Rusia-Ukraina
"Pemerintah Korea mengutuk invasi bersenjata Rusia ke Ukraina dan, sebagai anggota yang bertanggung jawab dari komunitas internasional, memutuskan untuk secara aktif berpartisipasi dalam upaya komunitas internasional, termasuk sanksi ekonomi, untuk penyelesaian situasi secara damai," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Korsel seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (1/3/2022).
Seoul, sekutu dekat AS, sebelumnya mengumumkan akan mendukung sanksi yang dipimpin Barat terhadap Moskow, tanpa menyusun tindakan sepihaknya sendiri.
Serangan Rusia terhadap tetangganya di Eropa telah menghasilkan kecaman yang relatif sedikit di Asia, di mana kebijakan luar negeri banyak negara melibatkan keseimbangan hubungan antara kekuatan-kekuatan besar. China, salah satu mitra terdekat Rusia, telah menolak untuk menyebut serangan Putin sebagai "invasi."
China menyatakan penentangan terhadap semua sanksi sepihak ilegal, sementara Myanmar yang dikuasai militer sangat mendukung Moskow. Negara-negara termasuk Kamboja, India, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam telah menyatakan keprihatinan atau menyerukan dialog untuk menyelesaikan krisis tanpa mengutuk Moskow.
Baca juga : Rusia Yakin dapat Atasi Sanksi Barat