Pakar Ekonomi Unair Ungkap Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Warga membeli minyak dengan harga sesuai HET (ilustrasi). | Foto: Republika/Bayu Adji P
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo mengungkapkan beberapa faktor penyebab kelangkaan minyak goreng. Menurutnya, salah satu faktor kelangkaan minyak goreng karena produsen hanya ada di beberapa daerah saja. Sedangkan proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai daerah di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga distribusi.
"Berkaitan dengan logistik, harga kontainer saat ini lebih mahal dari sebelumnya. Shipping atau perkapalan juga mengalami kenaikan harga. Faktor itu mendorong harga kebutuhan minyak goreng mengalami kenaikan," kata Rossanto, Selasa (1/3).
Penyebab lainnya adalah kenaikkan harga CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak diminati masyarakat dunia. Saat ini harga CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan harga dari 1.100 dolar AS menjadi 1.340 dolar AS.
Akibat kenaikan CPO, kata dia, produsen minyak goreng lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri. “Produsen akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar apabila menjual minyak goreng ke luar negeri,” ujarnya.
Faktor selanjutnya adalah kewajiban pemerintah terkait dengan program B30. Program B30 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Ada peralihan menuju ke produksi biodiesel.
Saat ini, terang Rossanto, konsumsi yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel. Hal itu karena ada kewajiban untuk pengusaha CPO agar memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30 persen.
Faktor terakhir adalah kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai. Ada beberapa negara di belahan dunia lain yang sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19. Konsumen luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke CPO.
“Sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO,” kata dia.
Rossanto mengungkapkan, naiknya harga minyak goreng akan mendorong inflasi secara umum. Dampak yang ditimbulkan dapat memengaruhi beberapa sektor. Di antaranya sektor industri makanan, rumah tangga, dan semua produksi yang menggunakan bahan baku minyak goreng.
“Oleh karena itu dampaknya juga akan lebih terasa terhadap inflasi terutama dari segi IHK,” ujarnya
Minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan IHK (Indeks Harga Konsumen) Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang besar. Hal tersebut karena minyak goreng merupakan salah satu barang yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya. "Bobot terhadap inflasinya juga cukup tinggi," kata Rossanto.