Selasa 01 Mar 2022 12:55 WIB

Hamdan Zoelva: Penundaan Pemilu Rampas Hak Rakyat

Tidak ada alasan moral dan etika untuk menunda pemilihan umum 2024.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andi Nur Aminah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai, tidak ada alasan moral dan etika untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Jika kontestasi tersebut batal digelar, hal tersebut justru dinilainya merampas hak masyarakat dalam memilih pemimpinnya.

"Dapat dikatakan merampas hak rakyat memilih pemimpinnya lima tahun sekali, tapi kalau dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, siapa yang dapat menghambat. Putusan MPR formal sah dan konstitusional, soal legitimasi rakyat urusan lain," ujar Hamdan lewat keterangannya, Selasa (1/3/2022).

Baca Juga

Jika pemilu benar ditunda dua hingga tiga tahun, yang harus dipertanyakan adalah sosok yang akan menjabat sebagai presiden di masa tersebut. Ditambah menteri di kabinet, serta anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang periodenya akan habis pada September 2024.

Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak mengenal penjabat presiden. Menurut Pasal 8 undang-undang tersebut, jika presiden dan wapres berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan dilakukan Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan.

"Tetapi itu pun tetap jadi problem, karena jabatan Mendagri, Menlu, dan Menhan berakhir dengan berhenti atau berakhirnya masa jabatan presiden dan wapres yang mengangkat mereka. Kecuali MPR menetapkannya lebih dahulu sebagai pelaksana tugas kepresidenan," ujar Hamdan.

MPR yang diatur dalam Pasal 8, jelas Hamdan, dapat mengangkat dan menggantikan presiden yang berhenti atau diberhentikan, sampai terpilihnya presiden hasil pemilu. Namun, masalahnya masa jabat MPR juga akan berakhir pada 2024. "Untuk keperluan tersebut, ketentuan UUD mengenai anggota MPR pun harus diubah, yaitu anggota MPR tanpa melalui pemilu dan dapat diperpanjang," Hamdan.

Untuk memuluskan skenario penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabat presiden, harus ada sidang MPR untuk mengubah UUD 1945 sebelum periode mereka berakhir. Selanjutnya, MPR akan memberhentikan Presiden Joko Widodo dan menunjuk penjabat presiden.

"Merujuk ketentuan UUD 1945, tidak ada dasarnya MPR begitu saja memberhentikan presiden dan wapres tanpa alasan. Kecuali mereka berhenti bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti, atau diberhentikan karena melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945," ujar Hamdan.

Kendati demikian, ia menilai proses tersebut sangatlah rumit untuk dilakukan MPR. Karena, hal tersebut akan memakan waktu sangat lama dan menguras pikiran bangsa di tengah penanganan Covid-19. "Jangan pikirkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan itu, karena hanya cari-cari masalah yang menguras energi bangsa yang tidak perlu. Jalankan yang normal saja, negara aman-aman saja," ujar Hamdan.

"Lagipula, skenario penundaan pemilu merampas hak rakyat menentukan pemimpinnya setiap lima tahun sekali," sambungnya.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement