Selasa 01 Mar 2022 20:57 WIB

Komnas Perlindungan Anak Minta Hasil Penelitian BPOM Soal BPA Dibuka ke Publik

Hasil penelitian BPOM soal BPA diharap Komnas Perlindungan Anak dibuka.

Red: Muhammad Hafil
Komnas Perlindungan Anak Minta Hasil Penelitian BPOM Soal BPA Dibuka ke Publik. Foto:   Arist Merdeka Sirait
Foto: antara
Komnas Perlindungan Anak Minta Hasil Penelitian BPOM Soal BPA Dibuka ke Publik. Foto: Arist Merdeka Sirait

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait  mempertanyakan rencana harmonisasi Perka No 31 tahun 2018 hingga kini belum juga disahkan. Arist menduga ada pihak yang menghalang-halangi pelabelan pada galon guna ulang.

Padahal risiko yang dipertaruhkan sangat besar. Kesehatan masyarakat seluruh Indonesia terutama bagi kelompok usia rentan, bayi, balita dan janin. 

Baca Juga

Adapun pihak yang dimaksud adalah kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan di masyarakat. 

"Bisa jadi ada pihak yang menghalangi sehingga Perka itu belum juga disahkan. Komnas secara tegas mendukung keputusan BPOM untuk mengubah Perka No 31 tahun 2018. Saat ini, harusnya para pemangku jabatan lebih memperhatikan masalah kesehatan, " ungkap Arist, Selasa (1/3) lalu. 

Arist menjelaskan bahwa pelabelan itu tidak akan berpengaruh pada pasar. Yang penting mereka yang termasuk dalam kelompok usia rentan, bayi, balita dan janin tidak mengkonsumsi.

Soal pasar tidak akan terpengaruh sudah banyak contohnya. Penjualan rokok tidak terpengaruh walau sudah diberi label peringatan akan bahayanya. Begitu juga yang terjadi pada susu kental manis. Yang terpenting negara sudah hadir memberi edukasi dan mengingatkan kepada masyarakat bahayanya Bisphenol A. 

"Saya percaya pasar tidak akan terganggu. Sehingga kelompok yang khawatir akan mempengaruhi penjualan hanyalah ketakutan yang berlebihan. Yang perlu disadarkan adalah bahwa negara benar - benar lebih memperhatikan kesehatan dari pada bisnis. Boleh bisnis tapi mengutamakan kesehatan. Sebab itu sudah jadi tanggungjawab dirumuskannya SNI dan BPOM, " kata Arist. 

Arist juga mengharap kepada BPOM untuk membuka ke publik hasil penelitian migrasi BPA. Apa faktor yang membuat migrasi BPA itu besar? Seperti yang sudah disampaikan para pakar bahwa faktor produksi dan distribusi di mana di sana terjadi paparan matahari dan gesekan ini faktor terbesar terjadi migrasi. 

Terdapat potensi bahaya 1,95 kali (hampir 200 persen) berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia. 

"Solusinya adalah segera dibuka data hasil penelitian BPOM agar pemerintah juga tahu dan menjadi bahan pertimbangan, selain itu juga masyarakat agar mengetahui dan lebih berhati - hati terhadap kemasan polikarbonat yang mengandung BPA yang berbahaya bagi usia rentan " desak Arist.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement