Yang namanya perang, pembaca yang budiman, sudah jadi salah satu kegiatan umat manusia sejak mula sejarah. Tapi belakangan, sejumlah media dan komentator di media-media Barat, menunjukkan keterkejutannya bahwa hal tersebut bisa terjadi di Eropa yang mereka sebut "beradab". Mereka mengindikasikan, perang semestinya hanya terjadi di negara-negara "terbelakang" di Timur Tengah seperti Irak, Afghanistan, atau Suriah saja.
Tentu orang-orang meradang dengan bias berbau rasisme tersebut. Macam harga nyawa manusia-manusia yang kulitnya lebih gelap lebih murah saja. Selain bahwa perang-perang di Timur Tengah itu juga dibawa kekuatan asing dari Barat, ketekerkejutan soal perang di Eropa itu juga menunjukkan amnesia sejarah yang agak parah.
Di antara perang-perang paling mematikan di dunia sepanjang sejarah, justru dalam satu dan lain hal melibatkan Eropa. Jika tak dimulai atau terjadi di benua tersebut, terkadang ia terjadi sebagai sebab langsung kedatangan Eropa. Berikut di antara perang-perang tersebut.
Sepanjang 1618 hingga 1648 misalnya, Eropa bergolak dalam konflik yang kini dinamai Perang 30 Tahun. Pakar perang tersebut, Geoffrey Parker dalam bukunya "The Thirty Years' War" menuturkan bahwa perang tersebut dimulai dengan perebutan pengaruh antara Katolik Roma dan Protestan di tahta Jerman. Dari situ, perang agama itu menyebar sampai ke Semenanjung Iberia, Prancis, dan Skandinavia. Total yang tewas dalam perang itu, menurut Parker, sekitar 4,5 juta sampai 8 juta orang.
Sedangkan pada 1803–1815, menyusul kekacauan selepas Revolusi Prancis, terjadi Perang Napoleonik. Kala itu, Napoleon I memimpin Prancis melakukan perang dengan serangkaian koalisi negara-negara Eropa seperti Rusia, Inggris, Swedia, Spanyol, Rusia, Turki Utsmani, Austria, dan lainnya. Perang tersebut terjadi tak hanya di daratan, tetapi juga antara kekuatan laut masing-masing pihak yang terlibat. Sekitar 3,5 juta hingga 6 juta orang meninggal sebagai akibat langsung maupun tak langsung dari perang tersebut.
Kemudian pada 1917-1922, giliran Revolusi Bolshevik memicu perang sipil di Rusia. Kelompok komunis yang dipimpin Vladimir Lenin berhadap-hadapan dengan kekuatan monarki, militer, dan agama di Rusia. Sedikitnya 8 juta orang tewas dalam perang tersebut.
Sebelum itu, pada 1914, terjadi pembunuhan terhadap penerus tahta Austro-Hungarian Fraz Ferdinand. Kejadian itu memicu rangkaian yang berujung pada konflik antara koalisi Inggris-Prancis-Rusia-Italia melawan koalisi Jerman-Austria-Turki Utsmani. Konflik itu lalu meledak lagi menjadi Perang Dunia I. Meski hanya berlangsung empat tahun, 11 juta prajurit dan 8 juta warga sipil tewas dalam perang besar pertama tersebut. Tak hanya korban jiwa secara langsung, perang itu juga memicu runtuhnya kesultanan Islam terakhir, Turki Utsmani; dan akhirnya berujung dipecah-belahnya Timur Tengah untuk dibagi-bagikan wilayahnya kepada pra pemenang perang. Konflik-konflik di Timur Tengah yang sampai saat ini masih menimbulkan korban jiwa bermula dari pembagian wilayah tersebut.
Lalu tentu saja ada Perang Dunia II. Perang besar ini bermula dari invasi ke Polandia yang dilakukan Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler pada 1939. Aksi militer itu pada akhirnya membagi dunia pada dua kubu, yakni kekuatan poros yang utamanya beranggotakan Jerman, Italia, Jepang; melawan nyaris seluruh negara lain di dunia yang dipimpin Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet.
Biro Sensus Penduduk Amerika Serikat mencatat, sekitar 70 juta sampai 80 juta manusia hilang nyawanya sepanjang perang yang berlangsung hingga 1945 tersebut. Jumlah itu setara 3 persen penduduk dunia saat itu. Dampak signifikan lainnya dari perang itu adalah dibantainya jutaan etnis Yahudi oleh Nazi Jerman yang berujung pada legitimasi pendirian negara Israel di Palestina dan menyisakan konflik berdarah-darah hingga saat ini.
Sementara perang paling mematikan terkini yang terjadi di Eropa bertempat di Balkan pada 1992 hingga 1995. Perang itu diwarnai pembantaian Muslim Bosnia oleh pasukan Serbia. Sedikitnya 100 ribu orang meninggal dalam perang tersebut. David Crow dalam "War Crimes, Genocide, and Justice" juga mencatat sekitar 12 ribu hingga 50 ribu perempuan yang kebanyakan Muslim Bosnia, diperkosa dalam perang tersebut.
Jika petualangan militer Eropa di luar benua itu dihitung, daftarnya bisa bertambah panjang. Saat Amerika Serikat menggunakan dalih palsu soal senjata pemusnah masal untuk menyerang Irak pada 2003, misalnya; pasukan Inggris, Polandia, Belanda, Italia, dan Spanyol ikut serta. Jurnal medis Lancet mencatat, hingga 2006 saja sedikitnya 655 ribu meninggal dalam perang itu. Jumlahnya bisa melampaui jutaan orang jika dampak perang itu, salah satunya kelahiran ISIS, dihitung.
Sedangkan pada perang Afghanistan yang dimulai Amerika Serikat pada 2001, Inggris, Jerman, dan Italia ikut serta. Sekitar 176 ribu orang tewas dalam perang tersebut. Bahkan hingga saat artikel ini ditulis, Campaign Against Arm Trade mencatat pesawat-pesawat tempur serta rudal-rudal buatan Inggris masih digunakan Arab Saudi dan koalisi dalam serangan ke Yaman. Estimasi PBB mencatat, serangan yang dimulai pada 2014 telah menimbulkan 377 ribu kematian pada ujung 2021.
Pada akhirnya, soal perlunya perang di Ukraina disudahi bisalah disepakati warga dunia. Tapi klaim bahwa perang adalah barang yang "asing" bagi bangsa Eropa adalah pengabaian sejarah yang keterlaluan.