Cina Kendalikan Suara Publik Atas Perang Ukraina
Rep: Lintar Satria/AP/ Red: Fernan Rahadi
Petugas pemadam kebakaran bekerja untuk memadamkan api di pusat kota yang rusak setelah serangan udara Rusia di Chernigiv, Ukraina, Kamis, 3 Maret 2022. Pasukan Rusia telah meningkatkan serangan mereka di kota-kota padat yang disebut pemimpin Ukraina sebagai kampanye teror terang-terangan. | Foto: AP/Dmytro Kumaka
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Negara-negara Barat mengecam invasi Rusia ke Ukraina yang digelar sejak 24 Februari lalu. Tapi Presiden Vladimir Putin memiliki pendukung vokal di Cina, di mana Partai Komunis yang berkuasa memberitahu rakyatnya mereka juga bisa menjadi target Amerika Serikat (AS) selanjutnya.
"Bila Rusia hancur, kami berikutnya, ini sudah pasti, Amerika Serikat ingin menguasai dunia," kata pensiunan asal Beijing, Wang Yongchun, Jumat (4/2).
Pernyataan ini mencerminkan sikap partai penguasa yang merupakan salah satu sekutu dekat Putin. Beijing menegaskan perang harus dihentikan tapi Amerika Serikat yang harus disalahkan.
Pemerintah Presiden Xi Jinping mencoba mencari jarak dengan serangan Rusia ke Ukraina tapi menghindari mengkritik Moskow. Pemerintah Cina juga telah menawarkan diri sebagai penengah dan mengecam sanksi-sanksi perdagangan dan keuangan terhadap Rusia.
Partai Komunis menguasai seluruh media Cina dan menyensor internet dengan ketat. Sehingga sulit untuk mengetahui dengan tepat opini publik. Tapi apa yang diizinkan pemerintah untuk dipublikasikan di internet dan media mengungkapkan apa yang dipikirkan publik.
Berdasarkan instruksi yang diunggah Beijing News pekan lalu media-media Cina diminta hanya mengunggah konten pro-Rusia dan menyensor pandangan anti-Rusia atau pro-Barat. Unggahan tersebut kemudian dihapus.
Di media sosial terdapat komentar yang memberi simpati untuk Ukraina dan mendukung Rusia. Tapi tidak ada yang mengkritik Moskow.
"Ketika perang dimulai bukankah anak-anak dan orang biasa yang menjadi umpan merium, yang meninggal adalah anak-anak dan orang biasa," kata unggahan atas nama Da Ke Ming Yi di Weibo.
Surat yang ditandatangani lima profesor dari universitas ternama mengkritik Rusia karena menyerang tetangga yang lebih lemah muncul di media sosial sebelum dihapus lagi.
"Kami menentang perang tidak adil," kata pada akademisi termasuk dari Tsinghua University yang merupakan almamater banyak pejabat Partai Komunis.
Muncul komentar dari para nasionalis yang mengkritik akademisi itu karena tidak mengikuti posisi resmi partai yang netral. Partai Komunis menggunakan buku ajar dan media untuk menanamkan nasionalisme. Pemerintah Cina menuduh AS mencoba menghalangi kebangkitkan Cina sebagai pemimpin di panggung internasional.
Media pemerintah Cina menyalahkan AS dan Eropa atas perang di Ukraina. Sebab mereka gagal merespons tuntutan Rusia agar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) melarang Ukraina menjadi bagian aliansi Barat tersebut.