REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lebih dari 15 negara mendorong lembaga perkapalan PBB, Organisasi Maritim Internasional (IMO) menggelar rapat darurat mengenai keamanan kapal dan awak kapal yang berlayar di Laut Hitam dan Laut Azov setelah Rusia menginvasi Ukraina. Alasannya, ancaman terhadap kapal-kapal yang berlayar di perairan itu semakin tinggi.
Banyak perusahaan perkapalan atau pengiriman menunda pelayaran menuju pelabuhan-pelabuhan Laut Hitam dan pelabuhan lain di Ukraina. Premi asuransi pelayaran melonjak sejak invasi Rusia pada 24 Februari lalu.
Kapal kargo milik Estonia tenggelam pada Kamis (3/2/2022) kemarin di pelabuhan Odessa, Ukraina di Laut Hitam, beberapa jam setelah kapal Bangladesh dihantam rudal atau bom di pelabuhan lain. Beberapa hari terakhir setidaknya tiga kapal terkena tembakan proyektil.
Pada Jumat (4/3/2022) pejabat dan dokumen umum IMO mengatakan Australia, Belgia, Kanada, Siprus, Denmark, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Malta, Belanda, Swedia, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat mendorong digelarnya rapat darurat. Ukraina juga mendukung desakan ini.
Juru bicara IMO yang beranggotakan 175 negara, tiga anggota asosiasi dan bertugas mengawasi keselamatan dan keamanan pelayaran internasional, belum memberikan komentar.
Kementerian perkapalan Yunani mengatakan sejauh ini belum ada kapal Yunani yang diserang. Pejabat kementerian mengatakan setidaknya lima kapal berbendera Yunani bersama 39 warga negara Yunani masih berada di perairan Laut Hitam.
"Kami terus melakukan kontak dengan para kapten kapal dan kapal milik Yunani yang memiliki awak kapal Yunani yang berlayar di Laut hitam," kata Menteri Perkapalan Yunani Ioannis Plakiotakis.
Pada Rabu (2/3) lalu serikat buruh Federasi Pekerja Transportasi Internasional dan organisasi lainnya menetapkan Laut Hitam dan Laut Azor sebagai "area operasi yang seperti medan perang." Artinya para pelaut dapat menolak untuk berlayar ke perairan tersebut.