REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka mengakhiri kebijakan yang dikritik keras, mengharuskan korban Muslim Covid-19 dimakamkan di tempat terpencil tanpa adanya keluarga atau ritual keagamaan terakhir mereka.
Hanya setahun yang lalu, Kolombo membalikkan kebijakan awal kremasi paksa, dilarang oleh Islam di bawah tekanan internasional. Sementara masih menolak untuk mengizinkan penguburan tradisional di kuburan. Dalam arahan baru, pejabat tinggi kesehatan negara itu mengatakan, mayat korban virus sekarang dapat diserahkan kepada kerabat untuk dimakamkan di pemakaman mana pun yang mereka pilih.
"Metode pembuangan, penguburan atau kremasi, di pemakaman atau tanah pemakaman mana pun adalah atas kebijaksanaan kerabat," kata Direktur Jenderal Kesehatan Asela Gunawardena, dilansir dari laman AFP pada Jumat (4/3/2022).
Pergeseran itu terjadi ketika pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa direncanakan untuk membahas perlakuan Sri Lanka terhadap minoritas agama serta catatan hak keseluruhan Kolombo. Kremasi paksa dihentikan setahun lalu. Hal itu terjadi setelah Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengunjungi Kolombo dan mendesak Presiden Gotabaya Rajapaksa, seorang Buddhis, untuk menghormati upacara pemakaman Muslim.
Pemerintah kemudian mengizinkan penguburan di daerah terpencil Oddamavadi di timur pulau di bawah pengawasan militer. Akan tetapi tanpa keluarga yang ditinggalkan. Mayoritas Buddhis Sri Lanka, pendukung kuat pemerintah saat ini, biasanya dikremasi, seperti juga umat Hindu. Muslim harus dimakamkan tanpa peti mati dan menghadap ke Makkah sesuai dengan keyakinan agama mereka.
Kelompok garis keras dalam komunitas Buddhis berpendapat bahwa penguburan korban virus dapat menyebarkan virus melalui air tanah, sebuah argumen yang dibantah oleh para ahli. Pada Desember 2020, pihak berwenang memerintahkan kremasi setidaknya 19 Muslim korban Covid-19 setelah keluarga mereka menolak untuk mengambil jenazah dari kamar mayat rumah sakit sebagai protes terhadap kebijakan kremasi paksa.
Tokoh masyarakat Muslim mengatakan banyak orang tua mereka enggan mencari bantuan medis untuk Covid-19. Hal ini karena mereka takut akan dikremasi jika mereka diidentifikasi memiliki virus.