REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tim Jaksa Penyidik Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melakukan pemeriksaan terkait saksi dalam perkara dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat dalam peristiwa di Paniai, Papua, pada 2014. Sebanyak 40 saksi telah diperiksa sejak penyidikan hingga 4 Maret 2022.
"40 saksi yang diperiksa, yaitu 18 saksi dari unsur TNI, 16 saksi dari unsur Polri dan enam saksi dari unsur sipil," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (4/3/2022).
Selain itu, tim jaksa penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap empat orang ahli yang terdiri dari ahli Laboratorium Forensik dan Ahli Legal Audit. Saat ini, ia mengatakan, tim jaksa penyidik telah menggali pembuktian dengan menghadirkan ahli hukum HAM yang telah diperiksa pada 2 Maret 2022 untuk melengkapi pemberkasan hari ini tanggal 04 Maret 2022.
"Juga, telah melakukan pemeriksaan ahli militer," ucap Ketut.
Penyidikan perkara dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia berat peristiwa di Paniai, Papua, pada 2014 ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Jaksa Agung R.I Nomor: Prin-79/A/JA/12/2021 tanggal 3 Desember 2021 dan Nomor: Prin-19/A/Fh.1/03/2022 tanggal 4 Februari 2022. Menurut dia, penyidikan dimaksud untuk menemukan alat bukti untuk pembuktian di persidangan sebagaimana disangkakan, yaitu dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa di Paniai, Papua, pada 2014 disangka melanggar Pasal 42 ayat 1 jo. Pasal 9 huruf a, h jo. Pasal 7 huruf b Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Peristiwa Paniai merupakan satu dari 13 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan, sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000 diselesaikan melalui pengadilan HAM Ad Hoc atas usul DPR RI. Mahfud mengatakan, tiga kasus yang terjadi setelah dibentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 masih terus dipelajari. Ketiganya adalah Peristiwa Wasior (2001), Peristiwa Wamena (2003), dan Peristiwa Jambo Keupok (2003).