REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) menyita 50 kubik kayu diduga hasil pembalakan liar atau illegal logging di wilayah hukum Polda Sultra. Puluhan kubik kayu yang diamankan merupakan hasil kegiatan patroli upaya pencegahan dan penangkapan pelaku illegal logging di wilayah Sultra.
"Total barang bukti yang diamankan 50 kubik kayu jenis campuran serta tiga unit mobil truk. Kayu-kayu itu dari hasil operasi yang dilakukan selama empat hari pada akhir bulan Februari lalu," kata Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu (Kasubdtiper) Ditreskrimsus Polda Sultra AKBP Prio Utomo, di Kendari, Sabtu (5/3/2022).
Dia menyebutkan, dari kasus itu diamankan lima orang tersangka, yakni inisial KK, SM, IR, IM, dan SR ditangkap pada tiga tempat yang berbeda, yaitu Kota Kendari, Kabupaten Konawe Utara (Konut), dan Konawe Selatan (Konsel). Prio mengatakan, penangkapan para tersangka berawal dari penyelidikan terkait adanya laporan pembalakan liar.
Sekitar dua minggu berselang, Polda Sultra mendalami aktivitas para tersangka dengan melakukan analisis, pemetaan (mapping) lalu dilakukan penindakan. "Kami mengakomodir semua informasi dari masyarakat, dari elemen lain terkait illegal logging yang mungkin marak di wilayah Sultra ini," ujar Prio.
Saat ini, para tersangka dilakukan penahanan di Rutan Mapolda Sultra. Polisi sedang melengkapi berkas perkara para tersangka untuk segera tahap I, termasuk berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum (JPU) agar lebih cepat dilimpahkan ke kejaksaan.
Menurut Prio, para tersangka merupakan pengolah, menguasai dan mengangkut kayu dengan aktivitasnya sekitar satu bulan dalam melakukan pengolahan. Para tersangka mengaku kepada polisi akan menjual kayu tersebut ke wilayah Kota Kendari, bahkan menyeberang ke wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
"Dari keterangan para tersangka ini, ke depan kami akan melakukan pengembangan upaya-upaya penindakan, pencegahan terkait illegal logging yang mengakibatkan kerusakan hutan di wilayah lain," ujar dia pula.
Para tersangka dijerat Pasal 88 ayat 1 huruf a juncto Pasal 16 dan atau Pasal 83 ayat 1 huruf a,b dan c Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan. "Sebagaimana telah diubah dalam Pasal 37 poin 13 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ancaman hukuman 15 tahun penjara," kata Prio Utomo.