Ahad 06 Mar 2022 13:18 WIB

Harga Barang Naik, Kantor Staf Presiden Minta Masyarakat Kurangi Produk Impor

Ketidakpastian global memicul kenaikan harga berbagai barang pokok

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Pekerja membawa gas elpiji nonsubsidi di salah satu agen LPG Nonsubsidi di Jalan Emong, Lengkong, Kota Bandung, Jumat (4/3/2022). Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga elpiji nonsubsidi dari Rp13.500 menjadi Rp15.500 per kilogram sejak (27/2/2022). Di Kota Bandung, harga gas elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram naik menjadi Rp192 ribu yang semula Rp163 ribu, sementara Bright Gas ukuran 5,5 kilogram naik menjadi Rp88 ribu yang semula Rp76 ribu. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja membawa gas elpiji nonsubsidi di salah satu agen LPG Nonsubsidi di Jalan Emong, Lengkong, Kota Bandung, Jumat (4/3/2022). Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga elpiji nonsubsidi dari Rp13.500 menjadi Rp15.500 per kilogram sejak (27/2/2022). Di Kota Bandung, harga gas elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram naik menjadi Rp192 ribu yang semula Rp163 ribu, sementara Bright Gas ukuran 5,5 kilogram naik menjadi Rp88 ribu yang semula Rp76 ribu. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan harga berbagai barang terindikasi mengalami kenaikan karena ketidakpastian ekonomi global. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono menegaskan, peringatan Presiden tersebut harus disikapi dengan bijak dan tidak perlu memunculkan kekhawatiran secara berlebihan.

Kondisi tersebut, kata dia, harus dijadikan momentum untuk mulai menguatkan produksi dalam negeri dan mengurangi konsumsi barang-barang impor.

Baca Juga

“Apa yang disampaikan bapak Presiden mengandung satu pesan kunci, yakni kita harus berani berubah dan berani mengubah,” kata Edy Priyono, dikutip dari siaran pers KSP, Ahad (6/3/2022).

Menurut Edy, ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi Covid-19 berkepanjangan dan ditambah munculnya konflik Rusia-Ukraina, berimplikasi pada produksi dan konsumsi.