REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas cabai dalam beberapa pekan terakhir terus mengalami kenaikan hingga Rp 70 ribu per kg. Cuaca ekstrem diakui petani menjadi masalah saat ini yang dihadapi lantaran berdampak terhadap lenurunan produksi, terutama cabai rawit merah yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.
Petani Champion Cabai di Magelang, Jawa Tengah, Tunov Mondro Atmodjo, menjelaskan, kenaikan harga sudah mulai terjadi pada pekan kedua Februari lalu hingga pekan pertama Maret.
"Sampai sekarang harga cabai khususnya rawit merah sudah Rp 50 ribu lebih dari petani. Kemungkinan sampao lebaran nanti akan terus naik karena stok berkurang," kata Tunov kepada Republika.co.id, Ahad (6/3/2022).
Ia menjelaskan, banyak tanaman cabai mengalami kegagalan karena layu. Di Magelang, kata dia, tanaman yang layu hingga 40 persen. Itu dipicu oleh cuaca ekstrem yang membuat tanaman terinfekfis jamur sehingga hasil produksi turun.
"Tanaman mengalami layu fusarium. Ini karena cuaca kalau hujan ya sangat lebat, kalau panas ya sangat panas. Ini lumayan dampaknya menyerang lahan pertanaman cabai," katanya menambahkan.
Lebih lanjut, Tunov menjelaskan, cabai rawit dibanding jenis cabai lainnya memang memiliki risiko kegagalan lebih tinggi. Petani yang membudidayakan rawit juga harus memiliki keahliah khusus. Di sisi lain, cabai rawit adalah jenis yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.
Itu sebabnya, lonjakan harga hanya terjadi pada jenis rawit merah sementara jenis lainnya cenderung stabil karena pasokan masih terjaga.
Tunov menyampaikan, akibat kekurangan produksi itu, pengiriman cabai ke sejumlah daerah mengalami gangguan, terutama ke wilayah Jabodetabek yang memiliki tingkat konsumsi tinggi.
"Pasokan yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati (Jakarta) itu pengiriman hariannya sepertinya berkurang hingga 50 persen," katanya.