REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengatakan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, Ukraina, masih dioperasikan staf Ukraina. Tapi IAEA mengatakan Rusia yang telah menguasai PLTN itu menutup sebagian komunikasi eksternal ke fasilitas tersebut.
Pasukan Rusia merebut PTLN terbesar di Eropa itu pada Jumat (4/3/2022) lalu setelah tembakan rudal mereka memicu kebakaran di gedung pelatihan dekat PLTN.
"(Pasukan Rusia di lokasi) telah mematikan sejumlah jaringan mobile dan internet sehingga informasi tepat dari lokasi tidak didapatkan melalui saluran komunikasi normal," kata IAEA seperti dikutip CBS News, Ahad (6/3/2022) kemarin.
Ukraina juga melaporkan semua aktivitas warga Ukraina di PLTN itu "termasuk yang berkaitan dengan operasi teknis di enam unit reaktor" harus disetujui komandan pasukan Rusia di sana. Pada Sabtu (5/3/2022) Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memberitahu anggota parlemen Amerika Serikat (AS) kini Rusia juga merebut PLTN kedua dan mematikan PLTN ketiga.
Di program Face the Nation, Duta Besar Ukraina untuk AS Oksana Markarova mengatakan masyarakat internasional harus bertindak dan membantu Ukraina merebut kembali PLTN mereka dari Rusia. Markarova mencatat fasilitas nuklir pertama yang direbut Rusia adalah Chernobyl.
PLTN Chernobyl sudah tidak lagi "beroperasi" tapi masih menimbulkan resiko. "(Sebab) banyak limbah di sana dan hal-hal lain," kata Markarova.
"Yang kedua yang terbesar di Eropa, sehingga itu membawa dunia ke ambang bencana nuklir, dan walaupun, sekali lagi, pemadam kebakaran kami dapat memadamkan api, tidak ada yang aman, Ukraina tidak aman, Eropa tidak aman, karena stasiun-stasiun ini tidak boleh dijalankan penjahat perang," katanya.
Kebakaran di Zaporizhzhya berhasil dipadamkan dan tidak ada kerusakan pada reaktor. Radiasi pun tidak meningkat. Rusia membantah sengaja menembak PLTN itu dengan rudal mereka.
Markarova mengatakan Ukraina "menyiapkan sejumlah opsi" untuk merebut kembali PLTN termasuk menetapkan zona larangan terbang. Hal yang beberapa kali Zelensky singgung di sejumlah kesempatan.
Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan Rusia akan menganggap negara mana pun yang menerapkan zona larangan terbang terlibat dalam perang. Sebelumnya Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengatakan tidak akan menetapkan zona larangan terbang sebab akan membawa seluruh Eropa ke medan perang.
Baca juga : Kisah Mahasiswa Arab Keluar dari Ukraina, Perjalanan Penuh Diskriminasi
"Pada dasarnya bila orang-orang mengerti zona larangan terbang artinya Perang Dunia III," kata Senator AS Marco Rubio.
Seorang pejabat pertahanan AS mengatakan walaupun di serang Rusia tapi sebagian besar wilayah Ukraina masih memiliki akses internet sehingga jalur komunikasi masih tersedia. Pejabat itu mengatakan kini 95 persen pasukan Rusia berkumpul di sepanjang perbatasan Ukraina.