REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengungkapkan, terdapat 20 ribu sukarelawan internasional yang telah datang ke negaranya untuk bergabung dalam pertempuran melawan pasukan Rusia. Menurut dia, hal itu memang menunjukkan bahwa banyak orang di dunia yang sebenarnya membenci Rusia.
“Jumlah (sukarelawan) ini sekitar 20 ribu sekarang. Mereka kebanyakan datang banyak negara Eropa,” kata Kuleba saat diwawancara CNN, Ahad (6/3/2022).
Dia menjelaskan, banyak orang di dunia membenci Rusia dan apa yang dilakukannya dalam beberapa tahun terakhir. Namun tidak ada yang berani menentang dan melawan mereka secara terbuka. “Jadi ketika orang-orang melihat bahwa Ukraina berperang, bahwa Ukraina tidak menyerah, banyak yang merasa termotivasi untuk bergabung dalam pertempuran,” ucapnya.
Para relawan tersebut diundang untuk melamar di kedutaan Ukraina di negara mereka masing-masing. Denmark, misalnya, memberikan lampu hijau bagi warganya yang ingin mendukung pasukan Ukraina dalam bertempur melawan Rusia. Menteri Luar Inggris Liz Truss juga memberikan izin serupa bagi warganya.
Namun kepala angkatan bersenjata Inggris Laksamana Tony menyela izin tersebut. Menurut Tony, warga Inggris yang menjadi sukarelawan di Ukraina dan bertempur melawan pasukan Rusia tidak akan banyak membantu. Di sisi lain, hal itu melanggar hukum.
Meski memahami adanya hasrat warga asing untuk ikut bertempur melawan Rusia, Dmytro Kuleba menekankan, yang paling penting bagi negaranya adalah terus menerima dukungan politik, ekonomi, dan militer dari seluruh dunia. “Dan kami membutuhkan kepemimpinan Amerika Serikat (AS) dalam pelaksanaan ini, dengan fokus pada pertahanan udara,” ujar Kuleba.
Akhir bulan lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky secara terbuka mengundang warga asing yang ingin datang ke negaranya dan bergabung dalam pertempuran melawan pasukan Rusia. Para sukarelawan bakal tergabung dalam “Legiun Internasional”. Mereka bakal bertempur berdampingan dengan pasukan Ukraina.