Ancaman Siber Global Mengintai dari Perang Rusia-Ukraina
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Perang siber (Cyber War). Ilustrasi. | Foto: post.jargan.com
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Perang antara Rusia dengan Ukraina tidak hanya terjadi dalam ranah luring. Kini, perang antara kedua negara turut merambah hingga dunia digital. Berbagai kelompok peretas (hacker) ikut mengambil sikap dalam perang tersebut.
Salah satu lembaga di bidang keamanan siber, ESET, telah menemukan perangkat lunak perusak (malware) baru yang mengincar sistem jaringan pemerintahan milik Ukraina. Malware tersebut digunakan untuk menghapus semua data yang berada dalam sistem.
Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Treviliana Eka Putri mengatakan, perang yang terjadi ranah digital dikhawatirkan menimbulkan risiko ancaman siber. Tidak cuma bagi Rusia-Ukraina, tapi bagi global.
Meski Rusia mengatakan tidak pernah melakukan operasi gelap di dunia maya, risiko ancaman siber tetap ada. Treviliana menuturkan, peretasan yang ditujukan terhadap Ukraina dapat merambat ke negara-negara sekitarnya, bahkan hingga seluruh dunia.
"Hal tersebut didorong keadaan dunia digital yang semakin borderles (tanpa batas)," katanya. Kini, berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Jepang telah menjatuhkan sanksi ekonomi Rusia.
Ada kemungkinan Rusia menargetkan serangan terhadap negara-negara pemberi sanksi maupun industri sektor privat yang berasal dari negara tersebut. Kemudian, turut memberikan sanksi atau pemutusan akses.
Meski dampak fisik yang ditimbulkan tidak terlalu kentara sebagaimana serangan militer yang terjadi secara fisik, ia merasa, risiko ancaman siber merupakan sesuatu yang patut diwaspadai.
Ancaman siber dapat menimbulkan kerugian tidak sedikit dan berakibat terganggunya integrasi sosial dalam masyarakat. Selain ancaman serangan siber berupa peretasan, persebaran disinformasi soal konflik di Ukraina juga terjadi dan tersebar masif.
Ia melihat, ancaman disinformasi ini merupakan pula salah sesuatu yang perlu kita waspadai. Dengan banyaknya volume informasi yang kita peroleh melalui media sosial, diperlukan kemampuan cek fakta yang baik untuk menjaring informasi.
"Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah Indonesia yang hingga kini masih kerap berhadapan dengan isu keamanan siber, baik dalam infrastruktur keamanan siber maupun persebaran disinformasi dan hoaks di dalam ruang digital," ujar dia.