REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah agar segera mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng di pasar.
"Permohonan agar pemerintah segera tanggap melakukan operasi pasar mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasar," kata Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrurrozi atau Gus Fahrur, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Senin (7/3/2022).
Dia juga mendesak pemerintah untuk mengusut mafia di balik hilangnya pasokan minyak goreng dari hulu ke hilir. Pasalnya, Indonesia adalah salah satu eksportir CPO terbesar di dunia.
Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), total nilai ekspor kelapa sawit dari Indonesia mencapai 17,36 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada 2020. "Agar diungkapkan titik pelaku kejahatan mafia penimbunan bahan pangan minyak goreng," tambahnya.
Seperti diketahui, pasokan minyak goreng belum normal meski pemerintah telah menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Sementara itu, pasokan minyak goreng diprediksi masih akan terkendala akibat terbatasnya pasokan bahan baku minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, menyesalkan penimbunan minyak goreng oleh oknum distributor di Palu.
Penimbunan ini pun disebut sebagai perbuatan itu haram karena menyulitkan warga mendapatkan komoditas tersebut di pasaran.
"Kalau ditinjau dari aspek hukum Islam, penimbunan barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, apalagi komoditas itu menjadi kebutuhan pokok, maka perbuatan itu hukumnya haram atau dilarang agama," kata Ketua MUI Kota Palu, Prof Zainal Abidin saat dihubungi di Palu, Jumat (4/3/2022).
Dia menilai penimbunan minyak goreng itu akan memicu lonjakan harga di pasaran karena permintaan konsumen meningkat. Sehingga, apa yang dilakukan oknum distributor itu sangat merugikan Pemerintah dan masyarakat.
Dari cara-cara seperti itu, katanya, sudah tentu masyarakat akan kesulitan mendapatkankomoditas tersebut. Sehingga, praktik penimbunan dengan maksud menaikkan harga sangat dilarang dalam Agama Islam, bahkan masuk dalam kategori haramkarena keuntungan diperoleh di atas kesulitan rakyat.
MUI juga memiliki kewajiban dalam urusan perdagangan barangkarena organisasi yang melibatkan para ulama itu memiliki legitimasi dalammenentukan suatu produk makanan dan minuman haram atau halal.
"Kami mengimbau kepada pihak-pihak tertentu yang berkecimpung di dunia perdagangan, jangan melakukan praktik-praktik ini, tentu dampaknya merugikan orang banyakkarenaperbuatan semacam itu adalah bagian dari dosa," katanya.
Atas kejadian tersebut, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Palu itu juga meminta aparat penegak hukum melakukan penindakan sesuai peraturan perundang-undangan berlaku, karena perbuatan itu adalah tercela yang membuat situasi perekonomian daerah bisa menjadi buruk.
"MUI tidak merestui tindakan-tindakan semacam itudan apa yang dilakukan oknum tertentu merupakan perilaku buruk. Kami juga menaruh apresiasi apa yang telah dilakukan Satuan Tugas Pangan (Polri)yang telah membongkar praktik penimbunan minyak goreng," katanya.