Senin 07 Mar 2022 18:42 WIB

Tawuran Marak, Polisi Tepis Tim Perintis Presisi Lemah

PMJ mengeklaim sulit mengendus aksi tawuran karena mereka janjian di medsos.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ilham Tirta
Ilustrasi tawuran.
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi tawuran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya tak membuat surut kaum remaja untuk melakukan tindakan tawuran. Bahkan, pasca dibentuk Tim Perintis Presisi Polda Metro menggantikan tim-tim kecil yang ada di polsek jajaran, juga tak membendung aksi kenakalan anak-anak remaja tersebut.

Justru aksi tawuran tampak semakin marak, nyaris setiap pekannya ada aksi perkelahian massal kaum remaja. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan tetap menepis anggapan dileburnya tim-tim kecil seperti tim Jaguar, Raimas Backbone, dan juga tim Kobra membuat pengawasan lemah dan memicu aksi-aksi tawuran.

Baca Juga

Menurut dia, tim tersebut bukan dibubarkan, tapi hanya diganti atau dilebur menjadi lebih baik, lebih profesional dan lebih canggih dibanding sebelumnya. "Ada pelatihan khusus sebelum dijadikan tim patroli perintis presisi, dilatih Lido mereka dua bulan, semuanya sarana prasarananya. Bahkan motor-motor baru akan dibagi di polres-polres. Jadi nanti lebih canggih lagi, nanti ada anjing pelacak," jelas Zulpan, saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (7/3/2022).

Terkait maraknya aksi tawuran oleh anak-anak berusia remaja akhir-akhir ini, Zulpan mengeklaim itu adalah fenomena baru. Sejumlah kelompok remaja mencari lawan untuk tawuran melalui media sosial. Sehingga, kata dia, polsek-polsek jajaran kerap tidak bisa mengendus akan adanya aksi tawuran baik di malam maupun siang hari.

Untuk mencegah aksi tawuran, pihaknya melibatkan Tim Siber Polda Metro Jaya. "Kenapa seperti polsek-polsek itu kadang tidak mengetahui ada jam sekian ada tawuran di Pasar Rumput atau di Tanjung Priok, sekarang mereka janjiannya di media sosial. Makanya tim Siberlah yang memantau," kata Zulpan.

Zulpan menilai permasalahan tawuran bukan tugas kepolisian semata, tapi juga seluruh stakeholder harus terlibat. Mulai dari departemen pendidikan, para guru, orang tua juga tokoh-tokoh agama agar memberikan pemahaman positif kepada anak-anak remaja.

Faktanya, kata dia, pelaku tawuran itu dipengaruhi narkoba. Ia mencontohkan kasus remaja yang mencari kucing tewas dikeroyok oleh sekelompok orang yang hendak tawuran. "Mereka mau berangkat ke Tanjung Priok mau tawuran, udah pake celurit semua, senjata tajam, begitu ada teriakan maling dibabat itu orang lewat. Mereka pake narkoba juga semuanya itu, ini bahayanya seperti itu," kata Zulpan.

Zulpan mengakui, untuk menanggulangi aksi tawuran remaja tidak cukup dengan aksi penegakan hukum oleh aparat. Karena pengakuan dari para pelaku tawuran, khususnya para remaja hanya untuk adu nyali saja. Ditambah saat ini sedang masa pandemi Covid-19, di mana mereka tidak pergi ke sekolah atau belajar dari rumah.

Akibatnya, pengawasan dari tenaga pendidik menjadi lemah. "Sekarang kan dengan situasi Covid, anak-anak kita ini pelajar enggak masuk sekolah itu kan, sekolah online, di situ juga kurang pengawasan dari para tenaga pendidik," kata Zulpan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement