REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Bangunan candi di Desa Srigading Kecamatan Lawang Kabupaten Malang, Jawa Timur, runtuh diperkirakan akibat pelapukan di sejumlah titik sehingga struktur bangunan tidak stabil.
Ahli Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo mengatakan, berdasarkan pengamatan sementara, ada sejumlah titik pada bagian pondasi bangunan yang lapuk atau pecah. "Kalau kita melihat keliling, banyak yang runtuh atau tidak stabil dibandingkan sekitarnya. Jadi bata bagian bawah sudah pecah sehingga bangunan melengkung," kata Amien, Senin (7/3/2022).
Amien memperkirakan batu bata yang menjadi pondasi bangunan tersebut mengalami pelapukan khususnya pada sejumlah titik di bagian bawah. Akibat mengalami pelapukan, batu bata tersebut menjadi lebih rapuh dan mudah hancur.
Dengan kondisi tersebut, diperkirakan pondasi bangunan diperkirakan tidak mampu menahan beban bagian tubuh dan atap candi. Pada akhirnya menyebabkan bangunan yang diperkirakan memiliki tinggi 10 meter tersebut ambruk.
"Pada musim hujan tanah di sekitar itu basah dan menyebabkan pelapukan dan merapuhkan bata. Bata yang terendam tadi itu menjadi lapuk dan lebih rapuh dibanding yang di atas," ujarnya.
Hipotesa lainnya, bangunan candi tersebut runtuh akibat adanya beban berlebih pada bagian atap dan tubuh bangunan yang bisa disebabkan adanya pohon tumbang dan menimpa bangunan tersebut. "Kalau kita lihat banyak retakan arah vertikal, kalau secara mekanik, itu karena ada beban dari atas sehingga pecah seperti itu. Beban dari atas itu, kemungkinan, apakah dulu ada batu besar atau ada pohon (yang menimpa)," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga membantu Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur untuk melakukan analisis jenis batuan apa saja yang ditemukan pada situs Srigading tersebut. "Kita bantu untuk menganalisis terkait dengan batuannya. Jadi itu batuan apa saja. Lebih ke arah sana, termasuk analisis batu batanya. Saya mencari umurnya berapa," katanya.
Saat ini tengah dilakukan ekskavasi tahap ketiga di Situs Srigading yang dilakukan pada 3-8 Maret 2022. Ekskavasi fokus pada penggalian bagian "sumuran" atau bagian tengah candi, pembersihan sisi utara candi, menampakkan halaman asli situs dan melakukan dokumentasi.
Situs Srigading pada awalnya dikenal dengan sebutan Cegumuk oleh warga sekitar, yang berarti sebuah gundukan. Situs tersebut ditemukan kurang lebih pada 1985 dengan yoni dan sejumlah arca yang berada di atas gundukan tersebut. BPCB Jawa Timur telah memastikan bangunan itu merupakan sebuah candi yang menghadap ke arah timur atau Gunung Semeru dan dipergunakan untuk tempat peribadatan beraliran Hindu Siwaistis.