Senin 07 Mar 2022 21:28 WIB

KPK Dalami Perintah Bupati Langkat Tentukan Nilai Fee Proyek

Enam saksi diperiksa di Satbrimobda Sumatera Utara, Kota Medan.

Red: Andri Saubani
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/2/2022). KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Terbit Rencana Perangin Angin menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus dugaan suap dalam pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/2/2022). KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Terbit Rencana Perangin Angin menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus dugaan suap dalam pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (7/3/2022) memeriksa enam saksi untuk mendalami dugaan adanya perintah dari tersangka Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) untuk menentukan nilai fee proyek. Pemeriksaan dilakukan di Ruang Pemeriksaan Satbrimobda Sumatera Utara, Kota Medan.

"Dikonfirmasi terkait dengan dugaan adanya pertemuan para saksi dengan tersangka TRP di mana dalam beberapa kesempatan pertemuan tersebut diduga ada perintah tersangka TRP untuk menentukan nilai fee proyek bagi para kontraktor yang berkeinginan untuk dimenangkan dalam pelaksanaan proyek di Kabupaten Langkat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Keenamnya diperiksa untuk tersangka Terbit dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Mereka yang diperiksa, yakni Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat Sujarno, Kepala Bidang Binamarga Dinas PUPR Kabupaten Langkat Deni Turio, pejabat pengadaan Dinas PUPR Kabupaten Langkat Agung Supriadi, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Setda Kabupaten Langkat Suhardi, mantan Kasubbag Pengelolaan Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Kabupaten Langkat Yoki Eka Prianto, dan Kasubbag Pengelolaan Bagian PBJ Setda Kabupaten Langkat Wahyu Budiman.

KPK menetapkan enam tersangka kasus itu. Sebagai penerima, yakni Terbit, Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS). Sementara sebagai pemberi, yaitu Muara Perangin Angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat. Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar sebagai representasi Terbit terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.

KPK menyebut agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase fee oleh Terbit melalui Iskandar dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung. Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp 4,3 miliar.

Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar. Pemberian fee oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.

KPK menduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit menggunakan orang orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement