REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mengatakan, kelanjutan wacana penundaan Pemilu 2024 saat ini bergantung sikap masing-masing ketua partai politik kontestan pemilihan umum. Terhadap pro dan kontra terhadap wacana ini, Muhaimin menegaskan, menunggu respons para ketua umum partai politik yang berkontestasi di Pemilu 2024.
"Saya (dalam posisi) menunggu respons para ketua umum parpol (menyikapi wacana ini)," ucap Cak Imin sapaan karib Muhaimin dikonfirmasi di sela rangkaian safari kunjungannya ke ponpes Al-Hikmah di Tulungagung demi mendapat restu serta dukungan berkontestasi di Pemilu 2024, Senin (7/3/2022).
Ia mengatakan, aspirasi penundaan pemilu muncul dari kalangan pengusaha atau pelaku ekonomi di Indonesia. Pandemi Covid-19 yang melanda negeri sejak 2020 telah membuat sektor perekonomian di semua tingkatan nyaris poranda.
Namun, beberapa bulan terakhir grafik recovery atau pemulihan ekonomi perlahan mulai membaik. "2022 ini ada lonjakan ekonomi yang signifikan. Terus recovery-nya naik dan kita harapkan dua tahun lagi normal, stabil. Nah masalahnya pas dua tahun lagi itu bersamaan dengan jadwal pemilu yang itu rawan terjadi sentimen negatif lagi," ucap Muhaimin.
"Karena kalau pemilu itu ada tiga kondisi kan. Pengusaha mengerem untuk investasi, ancaman konflik, serta wait and see siapa yang akan menjadi presiden. Itu usulan mereka. Saya menampung dan meneruskan aspirasi tersebut," tuturnya.
Namun, gagasan menunda jadwal pemilu hingga 1-2 tahun banyak mendapat tentangan dari masyarakat. Survei yang dilakukan sejumlah lembaga survei independen bahkan menyebut mayoritas penduduk Indonesia menolak pemilu ditunda.
Beberapa warga yang dikonfirmasi acak oleh awak media di Tulungagung juga menyatakan tidak setuju jika pemilu di undur. Alasan mereka, selain penundaan pemilu dinilai melanggar amanah konstitusi, tidak ada jaminan situasi pada 2025 ataupun 2026 kondisi stabil serta kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kami menolak wacana penundaan pemilu karena sudah jelas-jelas melanggar UU Dasar 1945 yang mengamanahkan masa jabatan presiden adalah lima tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali," kata koordinator relawan Baruklinthing Tulungagung, Anies Baswedan for Presiden.